Ini Alasan Mengapa Menyukai Aroma Buku Baru

Banyak pencinta buku sepakat pada satu hal: tak ada yang mengalahkan aroma buku baru. Begitu membuka sampulnya, kita disambut wangi khas yang lembut, kadang sedikit asam atau manis, seolah memanggil kita untuk menjelajah halaman demi halaman. Bukan hanya sekadar aroma kertas atau tinta, tetapi aroma ini memiliki daya tarik emosional yang sulit dijelaskan.
Kenapa begitu banyak orang merasa senang, tenang, bahkan nostalgia saat mencium aroma buku baru? Fenomena kecintaan pada aroma buku baru bukanlah hal sepele. Ilmu psikologi, kimia, bahkan neurosains memiliki penjelasannya. Dari memori emosional hingga rasa nyaman, bau buku baru ternyata memengaruhi otak kita lebih dalam daripada yang kita sadari.
Berikut pembahasan mengapa kita begitu menyukai aroma buku baru, dan apa yang terjadi di otak dan hati saat kita menghirupnya.
1. Aroma buku baru merupakan campuran senyawa kimia yang unik

Bau buku baru berasal dari kombinasi senyawa kimia yang dilepaskan bahan penyusunnya. Kertas, lem, tinta, bahkan lapisan pelindung plastik pada sampul, masing-masing memiliki volatil organic compounds (VOCs) yang menguap dan menghasilkan aroma khas. Misalnya, senyawa seperti lignin atau vanillin memberikan sentuhan aroma manis mirip vanila, sedangkan senyawa lainnya memunculkan wangi asam atau kayu.
Menariknya, buku lama juga memiliki aroma khas, berbeda dari buku baru. Bau buku lama berasal dari reaksi kimia akibat penuaan kertas, menghasilkan aroma “basement” atau kayu lapuk. Namun, bagi banyak orang, bau buku baru justru lebih memikat karena terasosiasi dengan pengalaman positif seperti membeli buku, semangat belajar, atau awal petualangan membaca.
2. Hubungan aroma dan memori emosional

Bau memiliki jalur khusus ke otak, langsung terhubung ke sistem limbik, pusat pengatur emosi dan memori. Inilah sebabnya bau buku baru bisa memicu kenangan tertentu, misalnya saat pertama masuk sekolah, mengerjakan PR, atau membaca buku favorit di masa kecil. Aroma tersebut seolah menjadi “jembatan waktu” yang membawa kita kembali ke momen bahagia.
Selain itu, otak cenderung menyimpan pengalaman pertama dengan lebih kuat, termasuk pengalaman sensorik seperti bau. Bagi banyak orang, mencium bau buku baru pertama kali terjadi saat masa sekolah, masa penuh rasa ingin tahu dan kebahagiaan. Karena itu, mencium bau buku baru di masa dewasa kerap memicu rasa nostalgia yang menenangkan.
3. Sensasi kenyamanan dan ritual membaca

Bagi sebagian orang, bau buku baru menjadi bagian ritual membaca. Membuka halaman demi halaman sambil mencium aromanya menciptakan sensasi rileks, hampir seperti meditasi. Proses ini memberi rasa nyaman karena otak mengaitkan aktivitas membaca dengan zona aman dan waktu pribadi.
Hal ini juga menjelaskan mengapa orang merasa “kurang afdol” membaca buku digital. E-book memang praktis, tetapi tak bisa menawarkan pengalaman multisensori yang sama, termasuk aroma kertas. Bagi pencinta buku, bau buku baru seolah menjadi pintu masuk ke dunia cerita yang akan mereka jelajahi.
4. Simbol status dan kepuasan konsumen

Membeli buku baru seringkali membawa rasa kebanggaan. Bau buku baru menjadi simbol kepemilikan barang fisik yang belum disentuh orang lain. Di dunia konsumerisme, kepemilikan barang baru memberi kepuasan psikologis yang dikenal sebagai newness effect. Bau buku baru menjadi penanda bahwa kita sedang menikmati sesuatu yang masih segar, eksklusif, dan pribadi.
Selain itu, membeli buku baru sering diasosiasikan dengan pencapaian diri. Kita merasa sedang berinvestasi pada pengetahuan, hobi, atau pengembangan diri. Aroma buku baru memperkuat rasa pencapaian ini, seolah menjadi hadiah kecil yang memperkaya pengalaman berbelanja.
5. Tidak semua orang sama

Meski banyak orang mengidolakan bau buku baru, tidak semua orang merasakannya sama. Ada individu yang justru terganggu oleh aroma kimia yang terlalu kuat. Hal ini bisa terjadi karena perbedaan sensitivitas penciuman atau pengalaman masa lalu yang terkait dengan bau tertentu. Seseorang yang alergi terhadap bau tinta mungkin akan menghindari buku baru.
Selain itu, preferensi terhadap bau sangat dipengaruhi oleh budaya. Di beberapa budaya, aroma kayu atau kertas dianggap sangat menyenangkan, sementara di budaya lain, bau kuat justru diasosiasikan dengan polusi atau bahan kimia berbahaya. Jadi, kecintaan pada bau buku baru bersifat subjektif, meski cukup universal di kalangan pencinta literasi.
Bau buku baru bukan hanya aroma kertas atau tinta, tetapi pengalaman emosional yang sarat makna. Dari jalur saraf penciuman hingga memori emosional, otak kita mengaitkan bau ini dengan rasa nyaman, nostalgia, dan kebahagiaan. Bagi banyak pencinta buku, mencium aroma buku baru menjadi ritual kecil yang membuat membaca semakin istimewa. Mungkin itulah salah satu alasan mengapa buku fisik tetap bertahan di tengah maraknya teknologi digital.
Nah, itulah pembahasan mengapa kita begitu menyukai bau buku baru, dan apa yang terjadi di otak dan hati saat kita menghirupnya.