[WANSUS] Kekerasan Seksual di 9 Ponpes NTB dan Dugaan Intervensi

Mataram, IDN Times - Kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren (Ponpes) di Nusa Tenggara Barat (NTB) marak terjadi belakangan ini. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram mencatat kasus kekerasan seksual terjadi di 9 lingkungan Ponpes di NTB.
Kasus kekerasan seksual yang terjadi di 9 lingkungan Ponpes tersebut tersebar di Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Kabupaten Sumbawa. Dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan Ponpes, sejumlah kendala dihadapi, dari korban yang mengalami intimidasi hingga dugaan adanya intervensi pejabat.
Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Aktivis Peduli Anak NTB yang juga Direktur BKBH Universitas Mataram Joko Jumadi, Kamis (29/6/2023).
1. Apa kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan ponpes?
Banyak kendala dihadapi di lapangan. Umpamanya, intimidasi kepada saksi. Ada saksi yang sudah menyampaikan kesaksiannya, menceritakan kejadian yang menimpa dirinya, kami sudah rekam, tetapi ketika BAP (Berita Acara Pemeriksaan), karena sudah didatangi pihak luar, dari ponpes maka kemudian berbalik. Tak sesuai dengan keterangan awal yang dia sampaikan.
Kemudian ada juga yang melibatkan tokoh-tokoh pemerintahan. Pejabat yang melakukan intervensi supaya kasus itu tidak naik (proses hukum), itu juga ada. Ada juga ponpes yang menginginkan untuk kasusnya ditutup. Banyak tantangannya, apalagi ponpes ini punya basis massa.
Sehingga seringkali ada intimidasi bahwa pelaku difitnah. Kemudian balik menyerang korban yang didiskreditkan di masyarakat. Seperti narasi santri durhaka, santri yang melawan ponpes dan segala macam narasi yang dibuat. Tantangannya di situ, apalagi ini berhadapan dengan seorang tokoh yang dipersonifikasikan sebagai orang suci, tak mungkin membuat kesalahan.