Demo mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum Unram di depan Mapolda NTB, Kamis (29/11/2022) yang menyoroti penghentian penyelidikan kasus dugaan pencabulan terhadap 10 mahasiswi di Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Apabila dalam beberapa hari ke depan, ada salah satu dari 10 korban yang kembali melaporkan kasus itu, Iwan mengatakan Polda NTB memastikan akan memberikan perhatian serius. Untuk membuat kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 10 mahasiswi ini menjadi terang benderang.
"Jadi yang dibutuhkan kepolisian adalah kerja sama yang baik antara korban atau pelapor dengan pihak penyidik. Tanpa itu, tidak akan bisa," terangnya.
Iwan menjelaskan kasus ini bukan dihentikan dan beda dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Dalam SP3 pun, ada catatan apabila di kemudian hari ditemukan bukti baru, maka kasusnya bisa dilanjutkan kembali. Misalnya ada perintah pengadilan melalui praperadilan, agar kasus ini dilanjutkan.
"Kasus ini bukan dihentikan. Ini tidak bisa dilanjutkan karena memang si pelapor mencabut laporan. Sehingga tidak ada yang diperiksa. Jangan salah persepsi, tidak ada tendensius apapun di kasus ini dari pihak kepolisian. Justru pihak kepolisian ingin membuat terang benderang kasus ini. Makanya harus ada yang melapor," tandasnya.
Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi ini ditangani Subbidang Remaja, Anak, dan Wanita Ditreskrimum Polda NTB. Sebelumnya, korban mengajukan laporan ke kepolisian dengan pendampingan Tim Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram (Unram).
Dalam laporan, BKBH Unram melampirkan modus terlapor melakukan pelecehan seksual. Selain menjanjikan lulus perguruan tinggi, terlapor inisial AF juga diduga memainkan peran pengobatan spiritual kepada korban, menjanjikan skripsi berjalan lancar, dan juga bekerja magang di notaris.
Dari laporan, BKBH Unram turut menyertakan keterangan bahwa terlapor AF menjalankan modus kepada 10 korban mahasiswi dalam periode Oktober 2021 hingga Maret 2022.