[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas Dunia

Desa wisata berkelanjutan seluas 266 hektare

Lombok Tengah, IDN Times - Desa Wisata Bilebante, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi desa wisata yang ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara. Pemerintah desa dan pemuda setempat berhasil menyulap lahan yang dulunya bekas tambang galian C menjadi destinasi wisata kelas dunia.

Desa Bilebante mengusung konsep desa wisata berkelanjutan pada lahan seluas 266 hektare. Desa wisata Bilebante banyak meraih penghargaan di tingkat nasional, salah satunya dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Pada 2023, Desa Wisata Bilebante menjadi salah satu dari 8 desa wisata yang mewakili Indonesia pada seleksi desa wisata berkelanjutan yang diselenggarakan Organisasi Pariwisata Dunia atau United Nations World Tourism Organization (UNWTO).

Apa saja upaya yang dilakukan pemuda setempat menjadikan desa yang dulunya lahan bekas tambang menjadi desa wisata berkelas dunia? Berikut wawancara khusus (WANSUS) IDN Times bersama Direktur Desa Wisata Bilebante Pahrul Azim, Sabtu (30/12/2023).

Apa saja upaya yang dilakukan menyulap Bilebante menjadi desa wisata seperti saat ini?

[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas DuniaDesa Wisata Bilebante (Istimewa)

Dulu memang Desa Bilebante ini dikenal dengan tambang pasir galian C dari tahun 1990 sampai 2006. Tapi dari 2006 sampai 2007 itu, Kepala Desa Bilebante berinisiatif membuat Peraturan Desa Kawasan Tambang.

Jadi ada beberapa titik yang boleh ditambang dan beberapa titik yang tidak boleh ditambang. Pasar Pancingan Desa Wisata Hijau Bilebante ini memang lahan bekas tambang. Pasirnya di sini hitam, bagus sekali. Lahannya dikeruk sampai dalam kondisi yang terlihat seperti saat ini.

Tahun 2014, kami mengikuti kegiatan UMKM melalui program Sapi, Jagung dan Rumput Laut (Pijar). Program Gubernur TGB M. Zainul Majdi, ada wadahnya Masyarakat Lokal Indonesia (Malindo). Dimana menghadirkan 300 UMKM pada waktu itu.

Dari 300 UMKM itu, salah satunya yang berhasil adalah UMKM di Desa Bilebante. Itu Koperasi Wanita Putri Rinjani. Karena dinilai berhasil oleh pemerintah provinsi maka diarahkan bagaimana mengolah jagung dan rumput laut.

Karena banyak yang studi banding dari luar daerah ke sini, saya berpikir kenapa tidak kemudian orang yang berkunjung ke Bilebante ini kita paksa tinggal lebih lama. Caranya kita siapkan homestay pakai rumah warga.

Kalau belajar lebih lama, harus menginap tapi ada paketnya. Kalau mau kelas private untuk 3 sampai 4 orang kita buatkan paket wisata. Sehingga, mereka bisa mengolah rumput laut dan jagung.

Dari mana munculnya ide membuat desa wisata?

Pada 2015, saya mengikuti workshop yang digelar Dinas Pariwisata NTB membahas desa wisata. Desa wisata itu membahas bagaimana menjual keaslian alam dan budaya masyarakat lokal.

Wisatawan berkunjung ke desa bukan mencari keindahan tapi keaslian aktivitas masyarakat di Desa Bilebante. Bagaimana menanam padi, membajak sawah, bersepeda dan seterusnya.

Saya berpikir kemudian bagaimana Bilebante menjadi desa wisata. Karena masyarakatnya ramah, pemudanya cukup terbuka, alamnya asri. Dari sana kemudian saya kumpulkan pemuda.

Karena dulu pemahaman saya pariwisata itu identik dengan pantai, bukit, gunung, air terjun. Ternyata desa wisata itu tak bicara itu. Tapi bicara tentang keaslian aktivitas local wisdom.

Kita di sini penduduknya ada yang beragama Islam dan Hindu. Itu sangat toleran. Kalau pada saat hari raya, yang menjaga sawah kita masyarakat Hindu. Ketika Nyepi, kami yang jaga pura.

Pada April 2015, baru kemudian ada program GIZ (Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammernarbeit), yaitu program kerja sama Jerman dan Indonesia. Saya mengajukan bagaimana dibina, bagaimana agar bisa menjadi desa wisata.

Gayung bersambut, mereka survei, mereka sangat kaget dan senang. Kemudian mereka membantu meningkatkan kualitas SDM pariwisata. Bagaimana membuat paket wisata dan hospitality selama tiga tahun dari 2015 sampai 2017.

Baca Juga: [WANSUS] Perjuangan Perempuan Disabilitas di NTB Merebut Kursi Dewan

Apakah ada regulasi yang dibuat pemerintah desa?

[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas DuniaDesa Wisata Bilebante (Istimewa)

Kami membuat Peraturan Desa tentang desa wisata. Siapa yang boleh bisnis dan berusaha di Desa Bilebante ada di Peraturan Desa Wisata. Kemudian kami mendapatkan penghargaan dari Kemendes soal desa wisata berkelanjutan. Pada 2020 ketika pandemik kita mendapatkan sertifikasi desa wisata berkelanjutan dari Kemenparekraf.

Pada 19 Oktober 2023, kami meraih posisi sebagai runner-up bersama desa wisata lainnya mewakili Indonesia untuk ajang desa wisata yang digelar UNWTO. Kami kalah sama Desa Panglipuran. Tapi kita diprioritaskan mewakili Indonesia pada tahun 2024. Kemarin sebanarnya mau mewakili Indonesia tapi kalah poin sama Panglipuran Bali.

Ada tiga yang diangkat dalam ajang desa wisata UNWTO. Pertama, soal lingkungan. Kedua, sosial budaya dan ketiga soal ekonomi. Tiga ini yang menentukan dalam ajang yang diselenggarakan UNWTO. Kita kemarin lemahnya pada masalah lingkungan. Terkait dengan bagaimana pengelolaan sampah. Sampah sudah terkumpul tapi setelah itu sampahnya bagaimana. Perlu ada manajemen pengelolaan sampah.

Setelah menjadi desa wisata, bagaimana perubahan Desa Wisata Bilebante?

Perubahan yang terjadi, pertama, mata pencaharian masyarakat ada tambahan. Kalau dulu biasanya masyarakat menambang pasir, sektor pertanian, dan perikanan. Tapi, setelah adanya desa wisata, masyarakat seperti menemukan sesuatu yang baru.

Dari desa wisata semua masyarakat dapat. Misalnya besok ada tamu, yang budidaya ikan kita ambil untuk disajikan. Kemudian peternak ayam, ayamnya kita sajikan. Kemudian hasil pertanian masyarakat. Masyarakat di sini sekarang akrab dengan pariwisata.

Apa yang dilakukan agar wisatawan kembali datang berkunjung?

[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas DuniaDesa Wisata Bilebante (Istimewa)

Satu kita tekankan kepada masyarakat di sini, jangan minta uang pada tamu. Kalau tamu dimintai uang, kesan nanti mereka menjadi tidak nyaman.

Makanya kita di sini tidak jual tiket masuk Desa Wisata Bilebante tapi jual paket wisata. Tamu yang berkunjung ke sini, kegiatannya jelas, harganya jelas, durasinya jelas.

Kayak tadi tamu dari Jakarta, kegiatannya welcome drink, berkendara menggunakan kendaraan ATV, makan siang, cooking class, massage (pijat) dan main gasing. Itu paketnya Rp550 ribu selama tiga jam. Tapi karena asyik, mereka sampai 5 jam di sini.

Bagaimana perkembangan homestay di Desa Wisata Bilebante?

Posisi homestay kita yang dulu cuma 15 unit, sekarang sudah 38 unit. Tapi ada yang baru namun harus kita cek dulu apakah standarnya masuk. Karena perlu kita jaga standarnya seperti makan dan segala macam. Ada tambahan 4 kamar sehingga akan menjadi 42 kamar homestay di Desa Bilebante.

Tersebar di empat dusun, yaitu Dusun Bilebante, Dusun Tapon Timur, Dusun Jenggala dan Dusun Karang Kubu. Toiletnya dibuat standar untuk bule. Rata-rata toilet jongkok. Karena toilet ini sangat menentukan di desa wisata.

Wisatawan mancanegara yang sering berkunjung ke Desa Wisata Bilebante dari mana saja?

Kalau bule lebih banyak backpacker dari Prancis dan Jerman. Itu lama tinggalnya ada seminggu sampai sebulan. Kalau mereka tinggal sebulan, kita gabungin paketnya dengan desa wisata yang lain.

Contohnya, satu minggu kami ajak ke Air Terjun Air Berik. Minggu kedua kami ajak ke Sekotong menginap, minggu ketiga kami ajak ke Senggigi.

Kalau satu bulan sampai 20 wisatawan mancanegara ke sini. Kalau lokal agak kurang kecuali siswa dan mahasiswa yang studi. Kayak dari Bandung, Jogja, Jakarta. Ada yang 40 orang dan menginap 4 hari tiga malam.

Seberapa besar perputaran ekonomi di Desa Wisata Bilebante?

[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas DuniaDesa Wisata Bilebante (Istimewa)

Cukup besar menurut saya. Karena sedapat mungkin kita libatkan masyarakat lokal. Yang kita ambil dari luar hanya cidomo. Kami ambil dari Lombok Barat. Karena di sini cidomo sudah punah .

Jadi, eksplor Desa Wisata Bilebante itu ada paketnya bisa naik sepeda, cidomo dan kendaraan ATV. Tapi paling banyak saat ini yang menggunakan ATV sama cidomo. Kalau wisatawan dari Jakarta pasti pilih cidomo.

Kalau menggunakan cidomo Rp200 ribu 4 orang penumpang, durasinya satu jam. Kalau ATV Rp150 ribu, durasi 40 menit sekali jalan bisa boncengan. Kalau memakai sepeda Rp75 ribu.

Apa inovasi yang dilakukan?

Kita setiap tahun harus ada sesuatu yang baru. Kita mulai dari homestay pada 2015. Kemudian 2016, wisata bersepeda. Kemudian 2017, pasar pancingan, 2018 pijat dan kebun herbal, 2019 kita kencangkan cooking class ayam merangkat.

Wisatawan juga dapat ikut membajak sawah, panen padi dan lainnya. Pada bulan November ada event sapi paleq (karapan sapi). Kami masukkan dalam kalender event Lombok Tengah.

Apa trik mengembangkan desa wisata?

[WANSUS] Menyulap Lahan Bekas Tambang Jadi Desa Wisata Kelas DuniaDesa Wisata Bilebante (Istimewa)

Kreatif dan harus ada sesuatu yang baru. Kalau hanya mengandalkan homestay, wisata bersepeda lama menginapnya tidak akan lama. Makanya kita buat wisata pijat.

Kemudian, jangan berorientasi pada uang. Ketika ditanya oleh pihak yang akan bekerja sama maunya apa? Tingkatkan SDM pariwisata. Kalau pemuda di sini paham pariwisata, maka orang akan gampang datang.

Sejak menjadi desa wisata berkalanjutan, banyak orang studi banding ke sini seperti dari Sumatera, Kalimantan bahkan dari Jogja dan Kota Batu Malang. Keberadaan KEK Mandalika di Lombok Tengah besar juga pengaruhnya terhadap Desa Wisata Bilebante.

Baca Juga: Kaleidoskop NTB: MotoGP Sukses, WSBK Mandalika Tak Masuk Kalender 2024

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya