Tiga Joki Cilik Tewas, Perwakilan 42 Organisasi Datangi Polda NTB

Dukung Polda NTB tak keluarkan izin lomba pacuan kuda

Mataram, IDN Times - Sebanyak 42 perwakilan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Setop Joki Anak mendatangi Direktorat Intelijen Keamanan (Ditintelkam) Polda NTB pada Jumat (29/9/2023) pukul 16.00 WITA. Kedatangan puluhan perwakilan organisasi masyarakat sipil meminta aparat kepolisian untuk konsisten tidak mengeluarkan izin atau rekomendasi terkait rencana penyelenggaraan lomba pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak sebagai joki.

Koordinator Koalisi Setop Joki Anak Yan Mangandar Putra, Senin (2/10/2023) menyebutkan dalam kurun waktu 2019 sampai 2023, sebanyak tiga joki cilik tewas tanpa ada satu pun pihak yang mau bertanggungjawab. Koalisi Setop Joki Anak terdiri dari PBH Buruh Migran, Yayasan Tunas Alam Indonesia, Perkumpulan Pancakarsa, Solidaritas Perempuan Mataram, Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB dan Forum Diskusi dan Riset Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram.

1. Polisi diminta konsisten tak mengeluarkan izin

Tiga Joki Cilik Tewas, Perwakilan 42 Organisasi Datangi Polda NTBYan Mangandar usai pemeriksaan sebagai pelapor dugaan eksploitasi anak Joko cilik di Polda NTB, Selasa (12/7/2022). (Dok. Istimewa)

Yan menjelaskan perwakilan Koalisi Setop Joki Anak diterima Kasubdut III Ditintelkam Polda NTB Kompol Setia Wijatino. Koalisi Setop Joki Anak menyampaikan surat pernyataan sikap yang salah satunya memberikan dukungan kepada Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto melalui Kapolres Bima Kota AKBP Rohadi yang tidak mengeluarkan izin maupun rekomendasi terkait rencana penyelenggaraan lomba pacuan kuda Wali Kota Bima Cup 2023.

Yan mengatakan pihaknya berharap aparat kepolisian tetap konsisten, baik untuk pacuan kuda di Kota Bima maupun Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa dan lainnya yang ada di Provinsi NTB. Sampai dengan Pordasi NTB, Pemerintah Provinsi NTB, Koalisi Setop Joki Anak, Polri, TNI, tokoh agama dan tokoh masyarakat, budayawan dan Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk Pemerintah Pusat seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia duduk bersama memusyawarahkan hal serius ini sampai adanya mufakat atau aturan yang disepakati bersama.

Baca Juga: Jadwal KM Kirana VII Rute Lombok-Surabaya pada 3 - 8 Oktober 2023

2. Jangan ada lagi eksploitasi di lomba pacuan kuda tradisional

Tiga Joki Cilik Tewas, Perwakilan 42 Organisasi Datangi Polda NTBLomba pacuan kuda tradisional menggunakan joki cilik di Pulau Sumbawa. (Dok. Istimewa)

Penyelenggaraan pacuan kuda tradisional diharapkan tidak lagi ada eksploitasi dan penempatan dalam keadaan berbahaya mengancam fisik hingga nyawa terhadap anak serta kebiasaan buruk lainnya, misalnya seperti perjudian. Hal yang patut dipertimbangkan, kata Yan, sejak 2019 sampai 2023, telah ada tiga  nyawa joki cilik yang tewas tanpa ada satu pun pihak yang mau bertanggungjawab.

Perwakilan Koalisi Setop Joki Anak lainnya, Baiq Sumiati menerangkan seharuanya penyelenggara pacuan kuda tradisional juga mempertimbangkan dari sisi perempuan. Ibu sebagai pihak yang sangat dirugikan telah hamil 9 bulan dan telah merawat anaknya yang pasti memiliki harapan ke depan agar bisa menjadi orang sukses dan memiliki masa depan yang gemilang.

"Namun kemudian dijadikan joki kuda pacuan yang mengancam nyawanya dan tumbuh kembang serta pendidikannya terbengkalai. Apalagi jika terjadi kecelakaan pasti yang merawat adalah ibunya dan ibunya lah pihak yang paling merasa kehilangan jika sampai anaknya tewas, " kata Sumiati.

3. Bertentangan dengan indikator daerah layak anak

Tiga Joki Cilik Tewas, Perwakilan 42 Organisasi Datangi Polda NTBTangkapan layar joki cilik saat tergelantung di leher kuda (Dok/Istimewa)

Perwakilan organisasi sipil lainnya, Muhammad Saleh menegaskan seharusnya Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu yang telah lama membanggakan penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) tidak ada lagi penyelenggaraan pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak. Apalagi, NTB sudah sudah ditetapkan menjadi provinsi layak anak pada 2023.

"Karena ini bertentangan dengan indikator daerah layak anak terutama pada klaster perlindungan khusus. Yaitu anak bebas dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk, apalagi ini sampai ada anak meninggal karena jadi joki kuda pacuan. Ini nyata modusnya sama seperti perdagangan orang memanfaatkan anak dengan melanggar HAM," kata Saleh.

Perwakilan organisasi lainnya, Baiq Nur Aini mengatakan dari sisi perlindungan adanya BPJS Ketenagakerjaan tidak menanggung asuransi bagi anak-anak yang menjadi joki pacuan kuda tradisional. Karena dinilai melanggar UU Ketenagakerjaan dan UU Perlindungan Anak dari syarat umur dan resiko pekerjaan.

Begitupun BPJS Kesehatan, tidak dapat diklaim karena dianggap kecelakaan tunggal akibat kelalaian sendiri. Terkait budaya yang patutnya di situ ada nilai-nilai kebaikan, namun di lapangan sebaliknya anak-anak dieksploitasi menanggung beban ekonomi keluarga, fisik dan nyawanya terancam.

Baca Juga: Wisata Pantai Senggigi Dipenuhi Sampah Plastik 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya