Ratusan Ribu Hektare Lahan di NTB Dilaporkan dalam Situasi Kritis

NTB dihantam 103 bencana alam tahun 2022

Mataram, IDN Times - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat ratusan ribu hektare lahan kritis berada di dalam maupun luar kawasan hutan

Di antaranya adalah kawasan hutan yang benar-benar gundul seluas 96.238,24 hektare tersebar di 9 kabupaten, yakni Lombok Barat (12.330), Lombok Tengah (6.686), Lombok Utara (4.299), Lombok Timur (9.002), Sumbawa Barat (53), Sumbawa (30.291), Dompu (16.690), Bima (15.790), dan Kota Bima (1.093). 

Lahan kritis tersebut akibatnya maraknya aktivitas perambahan kawasan hutan untuk tanaman musiman seperti perkebunan jagung. Kerap terjadi di Bima, Dompu, dan Kabupaten Sumbawa bagian timur. 

"Kita terus berusaha menekan bagaimana perkembangan tanaman jagung di wilayah Pulau Sumbawa, supaya jangan bertambah luas. Ini memang perlu kesadaran masyarakat dan keterlibatan semua pihak menyadarkan masyarakat," kata Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas LHK NTB Lalu Saladin Jufri, Sabtu (14/1/2023).

1. Perambahan hutan untuk tanaman jagung cukup masif di Pulau Sumbawa

Ratusan Ribu Hektare Lahan di NTB Dilaporkan dalam Situasi KritisPerambahan hutan di Pulau Sumbawa. (dok. Gakkum Dinas LHK NTB)

Saladin mengatakan, masyarakat merambah kawasan hutan dalam pengembangan perkebunan jagung setempat. Mayoritas terjadi di Pulau Sumbawa seperti Kabupaten Sumbawa bagian timur, Bima, Kota Bima, dan Dompu.

Menurutnya, masyarakat mencari keuntungan instan dengan menanam jagung dibandingkan komoditas lainnya. Keuntungan yang diperoleh hanya dalam kurun waktu beberapa bulan saja. 

Di sisi, pemerintah pusat menargetkan NTB sebagai sentra produksi jagung nasional. Persoalannya, pemerintah menargetkan produksi panen tinggi hingga 10 kali lipat dari luasan lahan tersedia. 

Persoalan tersebut yang akhirnya membuat masyarakat akhirnya merambah kawasan hutan. 

Keterbatasan jumlah personel petugas kehutanan membuat praktik perambahan hutan sulit dikendalikan. Bahkan beberapa tahun lalu, petugas kehutanan di Kabupaten Dompu dikeroyok warga saat berupaya menghentikan perambahan hutan. 

"Kita pusing bagaimana mencegahnya. Petugas dikeroyok kalau ke sana. Polhut dikeroyok gara-gara menghentikan perambahan hutan," tuturnya.

Baca Juga: NTB dan NTT Sumbang Pendapatan Negara Rp6,4 Triliun selama 2022 

2. Ratusan ribu hektare lahan kritis di NTB, butuh waktu puluhan tahun lakukan rehabilitasi

Ratusan Ribu Hektare Lahan di NTB Dilaporkan dalam Situasi KritisIlegal logging di kawasan hutan di NTB. (dok. Gakkum Dinas LHK NTB)

Data Pemprov NTB 2020 menyebutkan, luas lahan kritis di dalam dan luar kawasan hutan mencapai ratusan ribu hektare. Dengan rincian, lahan sangat kritis (23.218,61 hektare), kritis (154.538,31 hektare), agak kritis (400.730,46 hektare), dan potensial kritis (1.275.700,48 hektare).

Setiap tahunnya, Pemprov NTB menargetkan rehabilitasi 5 ribu hektare dengan mempergunakan kolaborasi anggaran pusat, provinsi, dan swasta. Ini yang membuat proses rehabilitasi diperkirakan membutuhkan waktu puluhan tahun. 

Dengan rincian, Lombok Barat 42 desa, Lombok Tengah 26 desa, Lombok Timur 43 desa, Sumbawa 115 desa, Dompu 58 desa, Bima 113 desa, Sumbawa Barat 53 desa, Lombok Utara 24 desa dan Kota Bima 12 kelurahan.

"Kita berupaya mengejar itu dengan target yang sudah kita tanam. Terakhir 2022 sekitar 6.000 hektare kita tanam dari dana pemerintah, belum lagi dari swasta," paparnya.

Pihak kota/kabupaten sementara ini dianggap kurang responsif dalam mengatasi persoalan perambahan hutan. Mereka cenderung menyerahkan sepenuhnya penanganan persoalan kepada Pemprov NTB, mengingat kewenangan kehutanan sepenuhnya dipegang provinsi. 

Sehubungan persoalan itu, Saladin mengingatkan dampak negatif persoalan kehutanan seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, lahan kritis, dan lainnya tetap menjadi ancaman daerah. Karenanya semestinya, di antara provinsi dan daerah harus sinergi dalam mengatasi persoalan kehutanan. 

NTB kerap mengalami bencana alam, seperti banjir bandang 46 kali, tanah longsor 10 kali, angin puting beliung 31 kali, gelombang pasang 7  kali, dan kekeringan di 9 kabupaten/kota.

3. Pilot project 100 hektare carbon trading

Ratusan Ribu Hektare Lahan di NTB Dilaporkan dalam Situasi KritisPinterest

Sejauh ini, Pemprov NTB pun terus berupaya dalam pelestarian kawasan hutan primernya. Seperti mendorong pelestarian 50 hektare kawasan hutan di Lombok Tengah yang berpotensi bisa memperoleh kucuran alokasi carbon trading dari World Bank

Luasan kawasan hutan di tempat itu akhirnya ditingkatkan menjadi 100 hektare. 

Meskipun memang bukan perkara mudah memperoleh kucuran anggaran program pelestarian lingkungan lewat perdagangan karbon. Pemprov NTB harus secara kontinu melakukan pendataan kondisi hutannya sekaligus meningkatkan kuantitas dan kualitasnya. 

"Sekarang kondisinya seperti apa kita mendata kembali, apakah masih utuh lahan itu. Karena tidak mudah persyaratannya untuk mendapatkan dana karbon dunia itu. Sekitar 50 hektare sekarang diperluas 100 hektare. Itu sebagai pilot project," katanya.

4. NTB harus turunkan emisi karbon 3 juta ton

Ratusan Ribu Hektare Lahan di NTB Dilaporkan dalam Situasi KritisKepala Dinas LHK Provinsi NTB Julmansyah (Dok. Pribadi)

Sementara itu, Kepala Dinas LHK NTN Julmansyah menyatakan, KLHK menargetkan pihaknya agar mampu menahan laju deforestasi guna menekan 2 juta ton ekuivalen gas emisi. 

Selain itu, Pemprov NTB juga diminta menangani persoalan degradasi hutan guna menyerap 1 juta ton ekuivalen gas emisi. 

"Totalnya target penyerapan gas emisi di NTB sebesar 3 juta ton ekuivalen pada 2060," paparnya. 

Menurut Julmansyah, target pemerintah pusat tersebut cukup berat untuk direalisasikan Pemprov NTB.  Meskipun begitu, ia optimis mampu merealisasikan pencapaian net zero emission (NZE) sepuluh tahun lebih cepat pada 2050. 

Ada tiga sektor terbesar yang menyebabkan emisi karbon di NTB. Yaitu, sektor energi yaitu masih banyaknya industri yang menggunakan batu bara dan minyak bumi sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Kemudian, sektor kehutanan akibat pembalakan yang akhirnya melepaskan karbon dioksida ke udara. Selain itu, pengelolaan sampah turut menyumbangkan polusi emisi terbesar lewat pelepasan gas metana ke udara. 

Baca Juga: Target NZE 2060, NTB Harus Turunkan Emisi Karbon Sebanyak 3 Juta Ton 

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya