Penderita Thalasemia di NTB Diketahui setelah Kondisi Parah 

Perlu dilakukan skrining

Mataram, IDN Times - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menekankan pentingnya deteksi dini penyakit thalasemia. Thalasemia merupakan penyakit keturunan akibat kelainan sel darah merah atau hemoglobin.

Kepala Dinkes Provinsi NTB dr Lalu Hamzi Fikri mengatakan, penderita thalasemia harus melakukan transfusi darah sepanjang usianya. Menurutnya, penyakit thalasemia membutuhkan penanganan intensif sehingga perawatan sejak dini membuat penderitanya akan makin baik. 

"Seringnya kejadian adalah ketika kondisi penderita thalasemia sudah parah, baru dirujuk ke rumah sakit," kata Fikri dikonfirmasi IDN Times di Mataram, Sabtu (11/11/2023).

1. Perlu dilakukan skrining

Penderita Thalasemia di NTB Diketahui setelah Kondisi Parah Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB dr. Lalu Hamzi Fikri. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Disinggung mengenai jumlah kasus thalasemia di NTB, Fikri belum memiliki angka pastinya. Namun berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, NTB termasuk 8 provinsi dengan prevalensi thalasemia tertinggi di Indonesia.

Delapan provinsi itu adalah Aceh 13,4 persen, DKI Jakara 12,3 persen, Sumatra Selatan 5,4 persen, Gorontalo 3,1 persen, Kepulauan Riau 3,0 persen, Nusa Tenggara Barat 2,6 persen, Maluku 1,9 persen, dan Papua Barat 2,2 persen.

Fikri menyatakan penyakit thalasemia di NTB menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan untuk mendeteksi sejak dini penyakit thalasemia.

"Kita kedepankan skrining. Sebenarnya, skrining itu bisa dimulai dari posyandu keluarga. Gejala-gejala yang memang bisa diperiksa di puskesmas. Kalau puskesmas gak bisa, dirujuk ke rumah sakit untuk melihat ada gangguan thalasemia," ujarnya.

Baca Juga: Puluhan PMI di NTB Sudah Jadi Korban Praktik Perdagangan Orang

2. Masih banyak masyarakat tidak paham dengan penyakit thalasemia

Penderita Thalasemia di NTB Diketahui setelah Kondisi Parah Direktorat P2PTM

Fikri mengungkapkan masih banyak masyarakat yang belum paham dengan penyakit thalasemia. Sehingga, pencegahan penyakit ini perlu menjadi atensi bersama. Dibandingkan penyakit-penyakit lainnya seperti hipertensi dan stroke, persentase penderita thalasemia di NTB lebih kecil.

"Tapi walaupun kecil tak boleh kita abaikan. Semua penyakit yang sifatnya menular dan tidak menular termasuk penyakit generatif menjadi atensi kita," ucapnya.

Dijelaskan, thalasemia adalah penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai dengan kurangnya protein pembawa oksigen ke seluruh bagian tubuh.

"Hemoglobin dan sel darah merah dalam tubuh yang kurang dari normal. Orang kelihatan pucat seperti anemia. Karena faktor genetik dari sisi jumlah sel darah merah dalam tubuhnya yang tidak normal. Seharusnya jumlahnya sekian, tapi ternyata di bawah standar dia punya sel darah merah. Sehingga gangguan terhadap pembawa oksigennya," jelas Fikri.

3. Terapi kepada penderita thalasemia

Penderita Thalasemia di NTB Diketahui setelah Kondisi Parah halodoc.com

Mantan Direktur RSUD Provinsi NTB ini mengatakan, bagi anak-anak yang menjadi penderita thalasemia, ada terapi yang dilakukan rumah sakit. Rumah sakit melakukan treatment secara klinis kepada anak-anak yang menderita penyakit thalasemia.

Thalasemia dapat diturunkan dari perkawinan antara dua orang pembawa sifat. Seorang pembawa sifat talasemia secara kasat mata tampak sehat dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan darah dan analisis hemoglobin.

Cara mengetahui seorang thalasemia dilakukan melalui pemeriksaan riwayat penyakit keluarga yang anemia atau pasien talasemia, pucat, lemas, riwayat transfusi darah berulang, serta pemeriksaan darah hematologi dan analisa hemoglobin.

Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan, berdasarkan data dari Yayasan Talasemia Indonesia, terjadi peningkatan kasus thalasemia. Sejak tahun 2012 sebanyak 4.896 kasus, hingga bulan Juni 2021 data penyandang thalasemia di Indonesia sebanyak 10.973 kasus.

Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020, beban pembiayaan kesehatan sejak 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat. Thalasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu Rp2,78 triliun tahun 2020.

Baca Juga: Kendalikan Pengiriman Gabah, NTB akan 'Sweeping' di Pelabuhan Lembar

Topik:

  • Sri Wibisono

Berita Terkini Lainnya