Minim Penutur, Kendala Media Lokal Berbahasa Daerah Tetap Eksis di NTB

Banyak logat bahasa daerah juga menjadi kendala

Mataram, IDN Times - Jaringan radio tertua di Indonesia, Radio Republik Indonesia (RRI) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), tetap berusaha eksis dengan program siaran berbahasa daerah. Sejak tahun 1970-an, RRI Mataram sudah mempunyai program siaran pedesaan menggunakan tiga bahasa daerah di NTB, yaitu Bahasa Sasak, Bahasa Sumbawa dan Bahasa Bima.

Seiring berjalannya waktu, saat ini program siaran pedesaan RRI Mataram hanya bertahan untuk Bahasa Sasak dan Bahasa Sumbawa. Hal ini disebabkan minimnya para penutur bahasa daerah di NTB.

"Seiring berjalannya waktu, kita kekurangan penutur bahasa daerah. Akhirnya hanya bertahan di Siaran Pedesaan hanya Bahasa Sumbawa dan Bahasa Sasak," tutur Kepala Bidang Siaran RRI Mataram I Nengah Sudarita saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Jumat (25/8/2023).

1. Bahasa daerah di NTB memiliki banyak logat

Minim Penutur, Kendala Media Lokal Berbahasa Daerah Tetap Eksis di NTBIlustrasi Radio (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menurut Sudiarta, banyaknya logat bahasa daerah di NTB juga menjadi kendala. Pihaknya agak kesulitan memilih logat bahasa daerah yang mana digunakan dalam siaran berbahasa daerah. Pasalnya, perbedaan logat bahasa daerah kadang menimbulkan perbedaan persepsi dalam berkomunikasi.

"Sehingga kami sulit memilih bahasa daerah itu menggunakan logat yang mana. Itu bahasa Sasak saja, belum bahasa Sumbawa dan Bima. Akhirnya, kita menggunakan bahasa Sasak reramputan. Sehingga kami tidak berani menggunakan secara full bahasa daerah. Hanya beberapa bahasa Sasak yang menjadi ikon itulah kami campur dalam komunikasinya dengan bahasa Indonesia," kata Sudarita.

Baca Juga: STM Ajukan Penggunaan Kawasan Hutan 5.300 Ha untuk Pembuangan Tailing

2. Penutur bahasa daerah di NTB sedikit

Minim Penutur, Kendala Media Lokal Berbahasa Daerah Tetap Eksis di NTBYoutube

Sudarita menjelaskan program siaran berbahasa daerah bersifat khusus namun RRI Mataram tetap mempertahankan suara berbahasa daerah di tengah semakin berkurangnya jumlah penutur. Ia mengatakan generasi sekarang nyaris meninggalkan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari.

Untuk mengatasi hal tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Kantor Bahasa NTB. Namun tetap tidak maksimal karena jumlah penutur bahasa daerah di NTB sedikit.

"Kalau pun kita memaksakan harus ada program siaran berbahasa daerah, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Harus mendatangkan penutur setiap hari. Jadi pada momen tertentu saja, contoh pada pembuatan iklan layanan masyarakat, drama, obrolan. Bahasa daerah belum masih menjadi bahasa pengantar dalam siaran sehari-sehari," imbuh Sudarita.

3. Tetap lestarikan bahasa daerah meski sedikit pendengar

Minim Penutur, Kendala Media Lokal Berbahasa Daerah Tetap Eksis di NTBilustrasi mendengar radio (pexels.com/koolShooters)

Di tengah gempuran era digital, Sudarita mengatakan pendengar siaran berbahasa daerah juga sedikit. Namun, sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI Mataram tetap berupaya melestarikan bahasa daerah lewat program siaran yang bersifat khusus. Seperti pada drama berbahasa daerah setiap hari Minggu dan iklan layanan masyarakat.

Pihaknya mengupayakan mencari penutur-penutur yang konsen terkait pengembangan bahasa daerah. Sehingga, RRI tetap eksis menjadi media yang mewadahi pengembangan bahasa daerah.

"Target ke depan bahasa daerah menjadi bahasa pengantar siaran di RRI Mataram," ujarnya.

Terkait kehadiran platform digital saat ini, Sudarita mengatakan hal itu dijadikan tambahan dalam mengembangkan program siaran. Platform digital digunakan sebagai pendukung program siaran secara terestrial.

"Tapi ada beberapa faktor yang memengaruhi. Sehingga sulit orang interest (tertarik). Seperti game online dan konten yang viral salah satu kompetitor dalam pengembangan bahasa daerah di platform digital," tandasnya.

Baca Juga: Jadwal dan Harga Tiket Penyeberangan Lombok - Bali 25 Agustus 2023

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya