Ekonomi Makin Sulit, Nelayan di Mataram Banting Setir Jadi TKI 

Biaya melaut makin tinggi karena BBM

Mataram, IDN Times - Sejumlah nelayan di Mapak Indah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) banting setir menjadi calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI). Hal ini dipicu kondisi ekonomi yang semakin sulit.

Hasil tangkapan ikan yang tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk melaut. Apalagi, adanya rencana pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite.

"Sekarang saja kita sudah susah, apalagi kalau harga BBM dinaikkan," kata Sukardi, nelayan Pantai Mapak Indah Kota Mataram dikonfirmasi IDN Times, Senin (29/8/2022).

1. Banting setir jadi TKI

Ekonomi Makin Sulit, Nelayan di Mataram Banting Setir Jadi TKI Nelayan di Pantai Mapak Indah Kota Mataram, Sukardi (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sukardi mengungkapkan sejumlah nelayan sudah ada yang mendaftar menjadi calon TKI. Karena kondisi ekonomi yang semakin sulit. Dengan sedikitnya hasil tangkapan ikan ada juga nelayan yang beralih ke pekerjaan lain seperti pekerja proyek.

"Tapi proyek juga lagi sepi. Sehingga ada sebagian nelayan ini mau pergi jadi TKI. Dalam bulan ini mereka berangkat," tutur Sukardi.

Dari puluhan masyarakat yang sehari-hari menggantungkan hidupnya sebagai nelayan, ungkap Sukardi, kemungkinan hanya tersisa beberapa nelayan saja yang akan tetap melaut.

"Mungkin sekitar 2 perahu yang besok tersisa dari puluhan nelayan. Karena hasil yang didapatkan sedikit. Apalagi di wilayah Sekotong Lombok Barat sampai ada yang jual rumah. Modal buat beli minyak ini," tuturnya.

Baca Juga: Rencana Kenaikan Harga BBM, Puan Maharani: Asal Tak Memberatkan Rakyat

2. Biaya melaut tinggi akibat harga BBM

Ekonomi Makin Sulit, Nelayan di Mataram Banting Setir Jadi TKI Hasil tangkapan nelayan di Pantai Mapak Indah Kota Mataram. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sukardi menambahkan biaya yang dikeluarkan nelayan tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Dalam sekali melaut, nelayan membutuhkan BBM jenis pertalite hingga 25 liter. Karena mereka menangkap ikan hingga dekat perairan Bali.

"Apalagi kalau dinaikkan lagi harga BBM. Sekarang saja kita sudah susah, apalagi mau dinaikkan. Kita beli pakai tangki isinya 25 liter. Kalau sekarang cuma sehari bisa dipakai BBM sebanyak itu. Makanya kita rugi kalau dapat ikan segini," kata Sukardi sambil menunjukkan hasil tangkapan ikan tongkol yang hanya satu bakul.

3. Nelayan minta pemerintah tidak naikkan harga BBM

Ekonomi Makin Sulit, Nelayan di Mataram Banting Setir Jadi TKI Nelayan di Pantai Mapak Indah Kota Mataram usai pulang melaut. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Untuk itu, nelayan di Kota Mataram meminta pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi. Mereka meminta agar harga BBM subsidi untuk nelayan diringankan lagi.

"Kalau bisa diringankan harga BBM untuk nelayan. Kita belinya di SPBU. Kalau eceran harganya mahal Rp10 ribu per liter. Kalau harganya dinaikkan lagi, kita semakin susah," tandasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, semenjak menyampaikan tambahan subsidi dan kompensasi untuk BBM dan listrik kepada DPR, harga minyak mentah dan ICP tidak kunjung turun, justru menunjukkan tren yang semakin meningkat.

Melihat outlook harga minyak sampai dengan akhir tahun yang diterbitkan oleh EIA menunjukkan harga minyak di US$104,8/barel dan berdasarkan forecast konsensus harga minyak bahkan mencapai US$105.

Meski harga minyak mentah dan ICP terus meningkat, harga jual eceran (HJE) energi untuk masyarakat tidak berubah. HJE karena adanya subsidi Pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya.

Saat ini harga solar yaitu Rp5.150/liter. Jika menggunakan ICP US$105 dan kurs rupiah Rp14.700/US$ maka harga solar seharusnya Rp13.950/liter. Kemudian untuk Pertalite yang saat ini berada pada harga Rp7.650/liter, maka dengan ICP US$105 dan kurs nilai tukar Rp14.700 harga keekonomiannya seharusnya Rp14.450/liter. Artinya, harga Pertalite sekarang ini hanya 53% dari yang seharusnya. Selanjutnya untuk Pertamax pun yang sekarang harganya di Rp12.500/liter, seharusnya memiliki harga Rp17.300/liter.

Baca Juga: Melawan Praktik Perdagangan Satwa Langka di NTB

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya