Kader Babak Belur Diamuk Massa, PDIP NTB Minta Komnas HAM Investigasi 

Kader PDIP diamuk massa karena dugaan kasus pemerkosaan

Mataram, IDN Times - Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDIP) Provinsi NTB bereaksi terhadap persekusi salah satu kader yang juga Ketua PAC PDIP Kecamatan Sekotong Lombok Barat inisial S (50). Kader PDIP itu babak belur diamuk massa, Minggu (16/7/2023) lalu karena dugaan kasus perkosaan terhadap anak kandung.

DPD PDIP NTB mengecam aksi persekusi yang dilakukan sekelompok warga terhadap salah satu kadernya tersebut. Wakil Ketua Bidang Kehormatan DPD PDIP NTB, Raden Nuna Abriadi mengatakan, bahwa aksi persekusi yang viral di media sosial tersebut telah merugikan partainya. PDIP NTB meminta Komnas HAM dan Komolnas turun melakukan investigasi di lapangan.

1. PDIP menyebut anak korban membantah ayahnya melakukan pemerkosaan

Kader Babak Belur Diamuk Massa, PDIP NTB Minta Komnas HAM Investigasi Ilustrasi pencabulan. (theyservebagelsinheaven.com)

Sebelumnya, kader PDIP itu diamuk massa karena beredar informasi anak korban yang menginjak usia 16 tahun yang diduga dihamili oleh ayahnya itu. Sehingga menimbulkan aksi persekusi oleh massa, namun belakangan anak korban justru telah membantah ayahnya melakukan pemerkosaan.

"Apapun alasannya, benar dan salahnya informasi yang beredar itu. Tidak boleh ada perbuatan bar-bar yang viral di media sosial itu. Apalagi, S adalah kader kami. Yang jelas ini mencederai rasa kemanusiaan. Apalagi si anak sudah mengakui bahwa ayahnya bukan pelaku dari tindakan pemerkosaan itu," kata Raden Nuna dalam keterangannya, Kamis (20/7/2023).

Hal itu disampaikan Raden Nuna saat memberikan keterangan pers didampingi petinggi DPD PDIP NTB, DPC PDIP Lombok Barat dan DPC PDIP Lombok Tengah. Menurutnya, perlu ada klarifikasi dari aparat kepolisian terutama Polres Lombok Barat. Sebab, dalam video yang viral tersebut terkesan aparat kepolisian membiarkan warga melakukan aksi persekusi terhadap kader PDIP di Kecamatan Sekotong tersebut.

Hingga saat ini, S yang menjabat Ketua PAC PDIP Kecamatan Sekotong masih dirawat intensif di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat. Karena di sekujur tubuhnya mengalami luka lebam akibat pemukulan oleh massa. Pihaknya juga meminta Kapolres Lombok Barat mempertanggungjawabkan atau menarik omongannya yang mengatakan bahwa kader PDIP itu adalah diduga pelaku pemerkosa anak kandungnya.

"Padahal, kasus ini masih dalam proses Lidik dan belum taraf penyidikan tapi kok berani mengatakan S adalah pelakunya," jelas Raden Nuna.

Baca Juga: Diduga Setubuhi Anak Kandung, Pria di Lombok Babak Belur Diamuk Massa 

2. PDIP sebut belum ada bukti valid

Kader Babak Belur Diamuk Massa, PDIP NTB Minta Komnas HAM Investigasi Kader PDIP yang babak belur diamuk massa. (dok. Polda NTB)

Anggota DPRD NTB Dapil Lombok Barat dan Lombok Utara ini menyatakan bahwa pernyataan Kapolres Lombok Barat telah membuat penggiringan opini yang tidak baik pada partai PDIP. Sebab, akibat penyataan itu, masyarakat sudah mengaitkan PDIP sebagai partai dengan hal yang tidak baik.

Menurutnya, ini berdampak pada elektoral partai yang terganggu dan merugikan menjelang perhelatan Pemilu 2024. Untuk itu, ia meminta Kapolres Lombok Barat mencabut pernyataannya yang sudah menyimpulkan sesuatu kasus yang belum terbukti kebenarannya. Karena sudah berani mengumbar di media bahwa sudah disimpulkan kader PDIP tersebut adalah pelakunya.

Raden Nuna menegaskan PDIP NTB akan solid mengawal kasus yang menimpa kader PDIP di Lombok Barat itu hingga menemui titik terang. Menurutnya, aksi persekusi yang terjadi pada kader PDIP di Sekotong, menandakan bahwa negara tidak hadir dalam melindungi warga negaranya. Terlebih menurutnya  aparat kepolisian terkesan membiarkan warga seenaknya melakukan pemukulan hingga menyebabkan kader PDIP hingga kini dirawat intensif di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat.

"Dari hasil investigasi kami, peristiwa persekusi di Sekotong itu, sangat menodai kita semua, apalagi belum ada bukti yang valid pada kader kami," ucapnya.

Ia mendesak agar para pelaku tindakan perkusi itu, diproses secara hukum. Apalagi, tanpa ada laporan secara resmi, tentunya para pelaku yang melakukan aksi main hakim sendiri yang sudah jelas terekam dalam video yang beradar luas itu, tidak dibenarkan dalam posisi negara Indonesia yang menganut sistem hukum di atas segala-galanya. Untuk itu, PDIP NTB meminta agar Polda NTB mengambil alih kasus persekusi yang menimpa kader PDIP di Sekotong.

"Kami minta para pelaku perkusi kepada kader kami yang ada di video agar di proses hukum dengan tegas dan seadil-adilnya. Mohon Pak Kapolda, kasus perkusi di Sekotong diambil alih. Ini agar ada kepastian hukum dalam penanganannya," kata Raden Nuna.

3. Minta Komnas HAM dan Kompolnas turun melakukan investigasi

Kader Babak Belur Diamuk Massa, PDIP NTB Minta Komnas HAM Investigasi Aparat kepolisian Polsek Sekotong menyelamatkan kader PDIP inisial S yang babak belur diamuk massa. (dok. Polda NTB)

Terkait status kader PDIP berinisial S yang sempat dipecat oleh DPC PDIP Lobar, Wakil Ketua DPD PDIP NTB, Hakam Ali Niazi mengatakan, bahwa status kader tersebut masih tetap menjadi kader PDIP. Sebab, yang berhak melakukan pemecatan adalah DPP PDIP di Jakarta.

"Kami paham langkah awal DPC PDIP Lombok Barat memecat kadernya dalam kerangka menjaga kondusifitas partai. Tapi, karena ada temuan dari hasil investigasi oleh partai yang berbeda, maka surat DPC PDIP Lombok Barat yang masih di DPD PDIP NTB, enggak kita lanjutkan alias status S masih sah sebagai kader PDIP," jelas Hakam.

Hakam juga menambahkan pihaknya mencintai institusi kepolisian sebagai aparat penegak hukum di republik Indonesia. Namun pihaknya memiliki hak untuk meminta agar Komnas HAM dan Kompolnas turun langsung ke wilayah Sekotong dalam rangka melakukan investigasi lanjutan untuk membongkar aktor intelektual yang telah membuat kader PDIP dihakimi massa.

"Jadi, selain kita minta Polda NTB mengambil alih kasus persekusi di Sekotong. Tadi, kami juga sudah rapat bersama DPD PDIP NTB yang diperluas dengan 10 DPC PDIP se-NTB untuk minta Komnas HAM dan Kompolnas turun menginvestigasi kasus ini. Jadi, inilah cara kami menegakkan institusi hukum agar juga bisa bekerja sesuai tupoksinya dalam menegakkan hukum yang adil pada warga negaranya," tandas Hakam.

Baca Juga: Kemiskinan NTB Naik, BPS Ungkap 10 Persen Orang Kaya Dapat Bansos

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya