Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda (dok. Ramli Ernanda)
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB menyoroti penurunan angka kemiskinan di Provinsi NTB pada periode Maret - September 2021, yang hanya turun sebanyak 11.360 orang atau 0,31 persen. Fitra menilai penurunan angka kemiskinan NTB gagal mencapai target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2019-2023 yang ditetapkan sebesar 13,42 persen.
Direktur Fitra NTB, Ramli Ernanda menyebutkan pada 2021, Pemerintah Provinsi NTB mengalokasikan anggaran sekitar Rp3,77 triliun dari APBD untuk sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, perumahan dan fasilitas umum. Namun penurunan angka kemiskinan Provinsi NTB tahun 2021, tidak mencapai target RPJMD.
Dikatakan, BPS mencatat angka kemiskinan Provinsi NTB per September 2021 hanya turun sebesar 0,31 persen dari angka kemiskinan tahun 2020 yang mencapai 14,23 persen, berkurang menjadi 13,84 persen. Capaian tersebut masih di bawah target penurunan kemiskinan tahun 2021 dalam RPJMD NTB tahun 2019-2023 yang ditetapkan sebesar 13,42 persen.
Dengan penurunan angka kemiskinan sebesar itu, dalam setahun terakhir Pemprov NTB hanya mampu mendongkrak tingkat kesejahteraan penduduknya sekitar 33 persen penduduk miskin yang terdampak COVID-19 pada tahun 2020 keluar dari bawah garis kemiskinan. Rasio ini setara dengan 2,8 ribu rumah tangga miskin. Sehingga sekitar 66 persen atau 20,7 ribu jiwa penduduk miskin baru terdampak COVID-19 lainnya masih terjebak dalam kemiskinan.
Penurunan angka kemiskinan NTB dalam satu tahun terakhir memang cukup berat. Hal ini dikarenakan adanya penambahan jumlah penduduk miskin sebesar 32,15 ribu jiwa selama pandemik COVID-19 pada tahun 2020. Kondisi ini diikuti dengan kesenjangan yang cenderung meningkat karena gini ratio Provinsi NTB tahun 2021 sebesar 0,384.
Pemprov NTB menargetkan angka kemiskinan dan gini ratio pada akhir kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Zulkieflimansyah - Sitti Rohmi Djalilah atau Zul-Rohmi masing-masing pada angka 11,92 persen dan 0,297 poin. Jumlah penduduk miskin di NTB per September 2021 sebanyak 735,3 ribu jiwa.
Pada September 2020, jumlah penduduk miskin menjadi 746,04 ribu jiwa atau meningkat 40,36 ribu jiwa. Dari jumlah tersebut mengutip hasil Susenas BPS tahun 2020 TNP2K menyatakan sekitar 285 ribu penduduk NTB atau 5,5 persen berada dalam kemiskinan ekstrem.
Fitra NTB menemukan sejumlah persoalan, antara lain, anggaran yang dialokasikan Pemprov NTB kurang efektif menekan angka kemiskinan. Tahun 2021, Pemprov NTB mengalokasikan anggaran sekitar Rp3,77 triliun dari APBD untuk sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, perumahan dan fasilitas umum. Meskipun anggarannya besar, tetapi hanya mampu mengurangi sekitar 2,8 ribu rumah tangga miskin keluar dari garis kemiskinan.
Fitra NTB menilai intervensi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan kurang berdampak dan diindikasikan tidak tepat sasaran. Sebagian besar anggaran terkait penurunan angka kemiskinan di NTB dialokasikan untuk belanja bantuan, baik berupa hibah maupun bansos yang diarahkan untuk menguatkan daya beli dan mengurangi beban pengeluaran masyarakat.
di sisi lain, alokasi anggaran yang diarahkan untuk belanja produktif, yang diharapkan mampu memberikan daya ungkit terhadap pemulihan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan atau perbaikan upah cenderung lebih kecil hanya 20 persen. Bahkan lebih kecil dari alokasi untuk belanja pegawai yaitu 25 persen.
Sinergi dan kolaborasi antar pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, masyarakat sipil dan pihak swasta di NTB belum terlembagakan secara kuat dalam menurunkan angka kemiskinan di daerah. Secara kumulatif anggaran terkait penurunan kemiskinan yang dialokasikan seluruh Pemda di NTB cukup besar, bahkan secara persentase tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yaitu sekitar 64 persen dari total APBD.
Tingkat penurunan angka kemiskinan NTB jauh lebih rendah untuk periode Maret 2021-September 2021, yaitu sebesar -0,31 poin persen dibandingkan lima provinsi lain dengan proporsi anggaran yang lebih kecil. Yaitu Sulawesi Utara (-0,41 poin %), Maluku Utara (-0,51 poin persen), NTT (- 0,55 poin %), Sulawesi Tengah (-0,82 poin %), dan Maluku (-1,57 poin %).
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Fitra menyarankan Pemprov NTB untuk segera melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan, bila diperlukan melakukan revisi atas kebijakan yang diambil.
Pemprov NTB juga perlu meningkatkan tata Kelola pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan, terutama pada tahapan perencanaan program/kegiatan dan anggaran, untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pelaksanaannya. Di sisi lain, Pemprov NTB perlu menguatkan koordinasi dan kolaborasi dalam penanganan kemiskinan di daerah. Dengan memastikan keterlibatan masyarakat sipil dan pihak swasta secara aktif, partisipatif, setara dan inklusif.