Melihat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTB Selama Tahun 2021

Kasus kekerasan meningkat sejak pandemik covid-19

Mataram, IDN Times - Sebanyak 959 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) selama tahun 2021. Angka ini meningkat tajam jika dibandingkan dengan tahun 2019 dan tahun 2020.

Pada tahun 2019 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mencapai 545 kasus. Kemudian meningkat drastis pada tahun 2020 dengan jumlah 845 kasus. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB mencatat setidaknya 392 kasus kekerasan terjadi pada perempuan sejak Januari hingga 16 Desember 2021. Sementara kasus kekerasan pada anak sebanyak 567 kasus.

“Ada dua faktor yang kita duga sebagai penyebab meningkatnya jumlah kasus ini. Pertama, karena kesadaran untuk melapor itu sudah tumbuh. Kemudian yang kedua karena memang terjadi peningkatan kasus,” kata Kepala DP3AP2KB Provinsi NTB Husnanidiaty Nurdin atau yang biasa disapa Eny, di Mataram, Kamis (16/12/2021).

1. Kasus kekerasan seksual pada anak lebih tinggi

Melihat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTB Selama Tahun 2021Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

Pada 22 Maret 2021, terdakwa Padelius Asman divonis hukuman mati oleh hakim Pengadilan Negeri Bima. Dia terbukti secara sah dan meyakinkan memperkosa seorang anak berusia sembilan tahun hingga meregang nyawa. Asman membuat kasus itu seolah-olah bocah malang itu gantung diri pada tali jemuran. Fakta yang lebih memilukan adalah pemerkosaan dilakukan di sebuah kamar indekos dan disaksikan secara langsung oleh adik korban yang berumur kurang lebih tiga tahun. Saat itu, korban dan adiknya sedang tidur siang di kamar indekos yang disewa oleh orang tuanya.

Bukan hanya itu saja, pada November lalu, Provinsi NTB heboh dengan berita seorang ayah memperkosa anak kandungnya sejak anaknya berusia 9 tahun hingga 15 tahun. Korban memberikan keterangan bahwa sudah diperkosa berkali-kali oleh ayahnya, yaitu kurang lebih 30 kali. Hal itu terjadi ketika pelaku baru pulang dari rantauan dan menemukan korban tidak diasuh oleh ibunya. Hal itu karena ibunya menjadi pekerja migran di Malaysia. Kasus ini sudah ditangani oleh Polres Lombok Timur.

Terdapat berbagai jenis kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak di NTB. Kasus kekerasan fisik pada perempuan sebanyak 124 kasus. Sedangkan kekerasan psikis sebanyak 45 kasus. Kekerasan seksual sebanyak 38 kasus. Eksploitasi sebanyak lima kasus. Sementara human trafficking sebanyak 45 kasus. Ada pula kasus penelantaran sebanyak 17 kasus. Sedangkan 120 kasus kekerasan lainnya tanpa keterangan jenis kasus.

Sementara itu, kekerasan pada anak didominasi oleh kasus kekerasan seksual. Sebanyak 153 kasus kekerasan seksual terjadi pada anak-anak NTB selama tahun 2021. Sedangkan kekerasan fisik sebanyak 89 kasus. Kekerasan psikis sebanyak 74 kasus. Eksploitasi dan human trafficking masing-masing satu dan tiga kasus. Sedangkan penelantaran sebanyak 23 kasus dan kasus lainnya tanpa keterangan sebanyak 224 kasus.

“Jumlah kasus ini memang mengalami peningkatan. Terdapat berbagai faktor. Salah satunya karena faktor ekonomi dan pola asuh yang buruk,” kata Eny.

Dia mengatakan bahwa pola asuh anak di NTB ini mendapatkan urutan ke-4 nasional sebagai daerah dengan pola asuh terburuk. Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan agama, terlebih karena anak dititipkan kepada pihak lain. Banyak orang tua meninggalkan anaknya dalam asuhan kakek dan neneknya. Sehingga mereka rentan menjadi korban kekerasan.

“Orang tuanya merantau menjadi pekerja migran, anaknya dititipkan di kakek dan neneknya atau kerabat lainnya. Akhirnya pengawasan kurang, mereka juga rentan menjadi korban kekerasan. Selama ini kan kasus kekerasan itu kebanyakan dilakukan oleh orang terdekat korban,” ujarnya.

2. Perempuan korban kekerasan mudah diintimidasi

Melihat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTB Selama Tahun 2021Ilustrasi kekerasan pada perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan NTB disebabkan oleh berbagai faktor. Selain karena faktor ekonomi, pendidikan dan faktor lingkungan, korban juga diketahui mudah terindimidasi. Kekuatan mental perlu dibangun agar perempuan NTB bisa berdaya dan tidak mudah merasa terintimidasi oleh pihak manapun.

“Salah satunya karena itu (diintimidasi). Pelaku dengan mudah melakukan tindak kekerasan karena melihat korbannya lebih lemah dari dia, sehingga dia mudah melakukan intimidasi,” ujar Eny.

Eny mengatakan bahwa pihaknya saat ini fokus melakukan penguatan keluarga dan penguatan mental. Sebab dua hal itu dirasa sangat penting dalam menunjang perlindungan terhadap perempuan dan anak. Pemda melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat di masing-masing desa untuk melakukan sosialisasi. Harapannya, kasus kekerasan ini bisa berkurang bahkan tidak ada pada tahun-tahun berikutnya.

“Itulah yang menjadi program kita saat ini, penguatan keluarga. Kita lakukan penguatan mental, penguatan karakter. Anak-anak juga akan kita berikan sosialisasi, bagaimana dan kemana mereka melapor jika ada indikasi kekerasan,” ujar Eny.

Penguatan secara keagamaan juga dirasa sangat penting. Sehingga watak jahat dari pelaku atau calon pelaku kekerasan itu dapat diredam. Sebab kekerasan itu pada umumnya terjadi karena watak jahat dari pelaku. Bisa jadi karena kurangnya pengetahuan tentang ilmu agama dan pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan jika melakukan tindak kekerasan.

“Paling tidak ada ilmu agama. Meskipun pendidikan tidak tinggi, tapi kalau pengetahuan dan ilmu agamanya bagus, saya rasa tidak ada kasus kekerasan. Apalagi saat ini yang marak kan kasus kekerasan seksual,” kata Eny.

3. Kasus kekerasan terbanyak di Kabupaten Lombok Timur

Melihat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTB Selama Tahun 2021Ilustrasi kekerasan anak (IDN Times/Mardya Shakti)

Kasus kekerasan tersebar di semua daerah di NTB. Sementara itu, Kabupaten Lombok Timur menjadi daerah penyumbang kasus kekerasan seksual terbanyak. Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama tahun 2021 sebanyak 375 kasus di Lombok Timur. 181 kasus kekerasan pada perempuan, sedangkan 375 kasus merupakan kekerasan pada anak.

Kabupeten Bima menyumbang 49 kasus, dengan rincian 25 kasus pada perempuan dan 24 kasus kekerasan pada anak. Kabupaten Dompu dengan 68 kasus, dengan rincian 22 kasus perempuan dan 46 kasus pada anak. Sedangkan Kota Bima menyumbang 65 kasus dengan 27 kasus kekerasan pada perempuan dan 38 kasus kekerasan pada anak.

Sementara Kota Mataram dengan 53 kasus. Sebanyak  32 kasus kekerasan pada perempuan dan sisanya kasus kekerasan pada anak. Kemudian sebanyak 96 kasus di Lombok Barat dengan 36 kasus kekerasan pada perempuan dan 60 kasus anak. Lombok Tengah dengan 36 kasus kekerasan, 27 kasus kekerasan pada anak dan sisanya kasus pada perempuan.

Kabupaten Lombok Utara menyumbang 123 kasus dengan 28 kasus kekerasan perempuan dan 95 kasus kekerasan anak. Sedangkan di Kabupaten Sumbawa sebanyak 79 kasus dengan 28 kasus kekerasan pada perempuan dan 51 kekerasan pada anak. Terakhir, Sumbawa Barat menyumbang empat kasus kekerasan pada perempuan dan 15 kasus kekerasan pada anak.

“Kalau tahun lalu di Pulau Sumbawa itu kasus terbanyak di Kabupaten Dompu, sekarang di Sumbawa. Kalau di Lombok, tetap Lombok Timur penyumbang kasus terbanyak,” ujarnya.

4. Pendampingan hukum bagi korban

Melihat Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di NTB Selama Tahun 2021Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTB selama ini memberikan pendampingan kepada setiap korban kekerasan pada anak. LPA bekerjasama dan berkoordinasi dengan dinas terkait di masing-masing daerah untuk memeberikan perlindungan terhadap anak-anak korban kekerasan, termasuk anak-anak yang menjadi pelaku.

Ketua Biro Konsultasi Bantuan Hukum Universitas Mataram Joko Jumadi mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya memberikan bantuan hukum kepada korban dan pelaku kekerasan yang terjadi pada anak-anak di NTB. Pada tahun 2021 ini kasus yang ditangani meningkat tajam.

“Sepertinya ada efek dari pandemik ini. Kasus kekerasan meningkat, terutama kasus kekerasan seksual pada anak,” ujar Joko yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua LPA Kota Mataram ini.

Mantan Koordinator Bidang Hukum dan Advokasi LPA NTB ini juga menyoroti kasus kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan di Bandung. Hal serupa tampaknya juga pernah terjadi di NTB.

“Beberapa kali pernah terjadi di NTB. Pernah terjadi di salah satu pondok pesantren di Lombok Barat pada tahun 2017 lalu. Kemudian yang baru-baru ini juga pernah kejadian di pondok yang ada di Selagalas,” ujarnya.

Joko melihat kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi. Sehingga pihaknya melakukan beberapa upaya untuk mencegah dan menekan agar kasus serupa tidak terjadi lagi. Salah satu yang dilakukan adalah dengan penguatan kapasitas dan memaksimalkan program pencegahan.

“Kita siapkan layanan konsultasi hukum dan psikologisnya. Kita berharap juga penguatan peran pemerintah. Karena pemerintah ini ujung tombak, sehingga sangat diperlukan,” ujarnya.

Selama tahun 2021, pihaknya mencatat ada 99 kasus kekerasan seksual terjadi pada anak-anak yang sudah didampingi. Jumlah ini tentu lebih sedikit dari jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak secara keseluruhan.

“Faktor pandemik ini juga sangat berpengaruh. Kita lihat jumlah kasus terus mengalami peningkatan selama pandemik ini,” ujarnya.

Dia juga mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam memberikan pengawasan dan penjagaan terhadap anak-anaknya. Keluarga harus menjadi tempat paling aman bagi anak-anak dan perempuan. Meski kondisi sejauh ini sangat bertolak belakang, sebab kasus kekerasan pada anak dan perempuan justru banyak terjadi di lingkungan keluarga. Hal inilah yang masih menjadi catatan pada tahun 2021 ini. Sehingga diharapkan penguatan kapasitas keluarga semakin digencarkan.

Baca Juga: Tega, Ayah Kandung Setubuhi Anaknya Sejak Kelas 4 SD Sebanyak 30 Kali

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya