Intip Cara Berbisnis Pertanian Modern ala Generasi Milenial di Lombok

Order – transfer - kirim

Lombok Timur, IDN Times – Seorang pemuda bernama Rendy Satriawan Jayadi (28) mantap berbisnis pada bidang pertanian. Warga Desa Rumbuk, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menekuni pertanian dengan sistem hidroponik yang diberi nama Toponic Farm. Sayur yang ditanam Rendy bahkan terjual hingga ke luar daerah.

Rendy menanam sayuran hidroponik pada lahan seluas 4 are. Di lahan ini, dia membuat 2.400 lubang pipa sebagai media tanam. Untuk bisa membuat ribuan lubang itu, Rendy harus menunggu lima tahun lamanya. Pada tahun 2019, dia memulai bisnisnya dengan membuat 240 lubang saja dengan modal Rp2,5 juta.

“Saya mulai mengenal sistem hidroponik ini sejak 2015, tapi waktu itu saya masih kuliah. Kemudian saya mulai menekuninya sejak 2019. Modalnya sekitar Rp45 juta,” kata Rendy kepada IDN Times, Rabu (24/5/2023).

1. Promosi di media sosial

Intip Cara Berbisnis Pertanian Modern ala Generasi Milenial di LombokTanaman hidroponik yang sudah dikemas (dok Rendy)

Saat memulai bisnisnya itu, tidak banyak orang di kampungnya yang paham tentang tanaman hidroponik. Akhirnya dia mempromosikan sayuran yang sudah dipanen melalui media sosial. Usahanya tidak sia-sia, di media sosial itu dia bertemu dengan petani-petani hidroponik lainnya. Rendy memulai jejaringnya melalui media sosial dan mulai memasarkan produknya.

“Saya menjual sayuran selada sampai ke Pulau Sumbawa. Banyak pelanggan saya yang berasal dari Bima dan Dompu juga,” ujarnya.

Rendy juga menjalin kemitraan dengan petani hidroponik di destinasi wisata Gili Trawangan dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Mereka bekerja sama untuk memenuhi permintaan dari hotel-hotel di sekitar destinasi wisata itu.

“Saat ini saya merasa kewalahan memenuhi permintaan pelanggan, karena produksi yang belum banyak juga. Kalau ada rezeki, saya ingin menambah modal dan merekrut tenaga kerja,” ujarnya.

Selama ini, Rendy menekuni bisnisnya seorang diri. Dia tidak memiliki karyawan, sebab menurutnya pengelolaan dan perawatan tanaman hidroponik tidak rumit.

“Hidroponik kan menanam di air, jadi tidak seperti di tanah yang harus dicangkul dulu, kemudian dikasih pestisida dan berbagai perawatan lainnya. Kalau hidroponik itu lebih sederhana, yang penting sudah tahu caranya,” kata Rendy.

Baca Juga: Ada Fenomena Kabut Tebal di Lombok, BMKG Sebut Itu Kabut Radiasi

2. Pemesanan dan sistem pembayaran

Intip Cara Berbisnis Pertanian Modern ala Generasi Milenial di LombokRendy menggunakan aplikasi BRImo saat mengecek pembayaran pelanggan (dok Rendy)

Rendy mengatakan bahwa promosi di media sosial itu membuahkan hasil. Banyak pembeli yang memesan melalui media sosial. Kebanyakan dari mereka berasal dari luar daerah. Kemasan dari produk sayuran milik Rendy juga sudah mantap, sehingga sayurannya bisa bertahan hingga satu minggu di dalam kemasan itu.

“Sudah dikemas dengan baik dan sesuai standar, jadi kalau pengiriman ke luar daerah, sayur bisa tetap segar sampai ke rumah pelanggan,” ujarnya.

Rendy yang merupakan nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini bertransaksi dengan pelanggannya menggunakan rekening pribadinya. Bagi pelanggan yang memesan, maka harus membayar terlebih dahulu kemudian pesanannya dapat diproses. Harga jual sayuran selada milik Rendy ini adalah Rp30 ribu per kilogram.

“Saya pakai BRImo, jadi bisa tahu lebih cepat saat cek mutasi rekening. Bisa tahu pembayarannya sudah dilakukan. Jadi saya juga bisa lebih cepat mengirimkan pesanan pelanggan,” ujarnya.

Rendy mengatakan banyak kemudahan yang dia rasakan saat menggunakan BRImo. Menurutnya, fitur-fitur yang ada di BRImo sangat mudah dimengerti. Sehingga sebagai pembisnis pemula, dia merasa sangat terbantu dengan adanya aplikasi perbankan ini.

“Transaksi pakai BRImo itu gak ribet, jadi bisa dilakukan dengan cepat,” ujarnya.

3. Omzet

Intip Cara Berbisnis Pertanian Modern ala Generasi Milenial di LombokTanaman hidroponik di ladang milik Rendy (dok Rendy)

Melalui bisnis hidroponik ini, Rendy mencatat omzet bulanannya Rp8 juta. Rendy menyiasati sistem penanaman sayur-sayuran hidroponik itu. Biasanya, Rendy tidak menanam dan memanen secara serentak. Dia menggunakan sistem rotasi agar permintaan pelanggan setiap hari itu dapat terpenuhi.

“Kalau omzet sepekan itu sekitar Rp2 juta, karena pakai sistem rotasi. Jadi gak semuanya kita panen bersamaan,” ujarnya.

Saat ini, dia sudah menyiapkan 1.500 lubang tanam lagi untuk diisi. Dia berharap bisa mengisi semua lubang itu, sehingga bisa memenuhi semua permintaan pelanggan.

“Itu belum diisi karena keterbatasan modal. Saya belum pernah meminjam modal KUR (kredit usaha rakyat) di bank, karena saya belum tahu banyak (tentang KUR). Tapi kedepan bisa saja cara itu dicoba untuk menambah modal,” kata Rendy.

Rendy merupakan salah satu petani milenial di Kabupaten Lombok Timur. Dia juga membuka ladangnya itu bagi siapa saja yang ingin belajar cara menanam sayuran hidroponik. Dengan demikian, semakin banyak generasi muda yang berminat menjadi petani di masa depan.

“Banyak anak muda yang tidak tertarik menjadi petani, padahal kalau dilakukan dengan cara modern, bisnis pertanian ini juga cukup menjanjikan,” ujarnya.

Baca Juga: Serunya Belajar Menulis di PERSAMI NTB, Diikuti Mahasiswa dan Pelajar 

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya