Kisah Haru Petani di Kota Bima, 15 Tahun Menabung Agar Bisa Naik Haji

Atur keuangan antara menabung haji dan biaya kuliah anak

Kota Bima, IDN Times- Jemaah Calon Haji (JCH) di Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak lama lagi akan segera ke Tanah Suci Makkah. Dari 111 orang jemaah haji yang akan diberangkatkan ke tanah suci tersebut, ada cerita haru di antara mereka.

Cerita itu datang dari Fadil, warga asal Kelurahan Oi Fo'o Kecamatan Rasana'e Timur (Rastim). Ditemui usai mengikuti agenda pelepasan JCH di Kantor Wali Kota Bima, petani jagung ini mengulas banyak perjuangan hingga bisa berangkat ke tanah suci impian semua umat muslim itu.

1. Menabung 15 tahun setiap keluar hasil penen jagung

Kisah Haru Petani di Kota Bima, 15 Tahun Menabung Agar Bisa Naik HajiSuasana pasca pelepasan jama'ah haji di halaman Kantor Walikota Bima. (Juliadin/IDN Times)

Fadil mengaku mendaftar haji pada tahun 2011 lalu, dengan uang pendaftaran dan setoran lunas sebanyak Rp41 juta. Untuk mengumpulkan uang sebesar itu, tidak mudah bagi ayah empat anak ini. Apalagi tidak memiliki penghasilan sampingan selain dari jerih payahnya sebagai petani. 

Dia mengaku, harus bekerja banting tulang berjibaku di bawah panasnya terik matahari sebagai petani jagung di gunung. Dari hasil kerja kerasnya tersebut, kemudian disisihkan sebagian uang untuk ditabung naik haji.

"Saya nabung uang itu lebih kurang 15 tahun," terang dia.

Baca Juga: Seorang Mahasiswi di Bima Diperkosa oleh Pegawai Kampusnya

2. Menabung biaya pendidikan anak juga

Kisah Haru Petani di Kota Bima, 15 Tahun Menabung Agar Bisa Naik HajiIlustrasi uang (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Dalam setahun, setiap kali keluar hasil panen jagung, tidak banyak yang ditabung oleh ayah berusia 42 tahun ini . Tidak menentu, ada yang angka ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Karena harus membiayai kebutuhan keluarga termasuk ongkos kuliah anak-anaknya.

"Tinggal mikir saja, mana untuk keluarga dan anak. Pasti tidak mudah atur keuangan. Tapi saya tetap utamakan untuk nabung naik haji," terangnya.

Terlebih menurut dia, ibadah haji merupakan panggilan sang pemilik kehidupan, sehingga dirinya ikut terpanggil untuk penuhi panggilan tersebut. Kendati dengan susah payah harus mengumpulkan uang untuk biaya keberangkatan.

3. Dua tahun ditunda karena Covid-19

Kisah Haru Petani di Kota Bima, 15 Tahun Menabung Agar Bisa Naik HajiIlustrasi COVID-19. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Sesuai nomor porsi keberangkatan, kata suami dari Umiyati ini, harusnya dia dijadwalkan pada tahun 2020 lalu. Namun keberangkatan kala itu ditunda, akibat dari wabah pandemi Covid-19. Sehingga dia bersama para jemaah lain harus menunggu dua tahun terakhir.

"Saya bersyukur bisa berangkat tahun ini setelah sekian lama menunggu. Awalnya saya kira belum bisa berangkat, tahu-tahu sudah diizinkan. Alhamdulillah," ungkapnya.

Bagi Fadil, tidak sedikitpun terpengaruh menarik kembali uangnya karena penundaan keberangkatan akibat Covid-19 sebelumnya. Kendati tidak sedikit yang ia ketahui ada jemaah lain yang sempat menarik kembali uang setoran.

"Gak sempat kepikiran itu. Malah penundaan kemarin saya anggap cara Allah SWT untuk menguji kesabaran," pungkasnya.

Baca Juga: Proyek Jalan Bima Senilai Rp5,9 Miliar Rusak, Gak Sesuai Spesifikasi?

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya