Bareskrim Atensi Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswa PKL di Lombok Utara

Jakarta, IDN Times - Kasus pelecehan seksual yang terjadi pada seorang mahasiswa saat melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masih menjadi sorotan. Menanggapi hal tersebut, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Kanit PPA) Bareskrim Polri, AKBP Ema Rahmawati mengatakan akan segera melakukan koordinasi dengan kepolisian setempat.
"Saya juga tidak tahu nih masalahnya ada di mana (kenapa kasus mandek), kita hanya bisa mengira-ngira. Mungkin nanti coba saya koordinasi dengan Kanit PPA (Polda dan Polres) permasalahannya di mana. Mungkin kalau kita bisa cari solusi, solusinya di mana," ujar AKBP Ema, di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Diketahui bahwa pada 31 Maret 2023, korban melapor ke Polres Lombok Utara didampingi UPTD PPA dan LPA Lombok Utara atas dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dialaminya. Korban melaporkan manajer hotel tempat korban melakukan PKL inisial AK (33). Namun, pada 4 Mei 2023, korban menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), yang pada pokoknya laporan korban belum cukup bukti.
1. Bisa pakai pembuktian VeRP
Ema mengatakan bahwa kasus pelecehan seksual memang lebih sulit pembuktiannya, namun bukan berarti tidak bisa. Ada beberapa cara pembuktian yang dapat dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap kasus tersebut. Salah satunya dengan melakukan visum et repertum psikiatrikum (VeRP).
"Kalau diraba itu masuk pelecehan seksual fisik yang pasal 6A (UU TPKS). Pembuktiannya ini tidak ada bekas secara fisik. Biasanya di situ kan merendahkan harkat dan martabat terhadap bagian tubuh (korban). Sehingga untuk mendukung pembuktiannya, biasanya kami melakukan visum psikiatrikum atau psikologi forensik," kata Ema.