TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dewan Sebut Kondisi APBD 2022 Gak Sehat karena Utang NTB Rp227 Miliar

Mori: kondisi APBD kita bisa dikatakan sedang sakit

ilustrasi hutang (IDN Times/Arief Rahmat)

Mataram, IDN Times - Wakil Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Mori Hanafi mengungkapkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sedang tidak sehat. Ini akibat kontraksi adanya tanggungan utang pada APBD NTB Tahun 2021.

"APBD kita dalam kondisi kurang sehat, bisa dikatakan sakit. Sebab APBD 2022 tertekan karena menanggung beban APBD 2021," kata Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi di Mataram, Sabtu (9/4/2022) seperti dikutip dari Antara.

Baca Juga: NTB Dorong Penerbangan Lombok - Perth Australia Segera Dibuka 

1. Utang pada pihak ketiga

(IDN Times/Arief Rahmat)

Mori menjelaskan, tidak sehatnya APBD ini akibat adanya tanggungan utang kepada pihak ketiga sebesar Rp227,6 miliar yang belum bisa di bayar pada tahun 2021.

Sementara pada bulan Mei 2022 sudah harus dibayarkan. Selain itu, Anggota DPRD NTB Dapil Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu ini, mengatakan utang ini muncul karena
pemerintah provinsi (Pemprov) pada akhir bulan Desember 2021, tidak punya cukup uang untuk membayar seluruh kegiatan.

"Makanya untuk menutupi ini kita akan melakukan pergeseran anggaran di sejumlah OPD, sekarang ini sedang dalam proses pembahasan," katanya.

2. Biaya atau honor vaksinator dan petugas medis

Ilustrasi vaksinasi COVID-19 (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Menurut Mori, tidak terbayarnya pengerjaan di 2021 tersebut tidak terlepas dari berkurangnya pendapatan daerah di tahun itu. Akibat transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat jauh berkurang dan Pemprov NTB punya beban 8 persen dari DAU untuk vaksinasi.

"Sebetulnya vaksin itu gratis dari pemerintah pusat, namun Pemprov perlu menanggulangi honor vaksinator, tenaga medis, kebutuhan distribusi dan lainnya," ucap Mori.

Selain itu, penyebab lainnya karena daya beli masyarakat lemah. Karena, salah satu potensi pajak yang bisa menyumbang PAD mencapai ratusan miliar dari pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Namun, faktanya pendapatan dari BBNKB menurun.

"Kenapa menurun karena orang yang mampu beli mobil ini turun drastis, padahal potensi PAD kita salah satunya besar di situ," ujarnya.

Baca Juga: Pelaku Industri NTB yang Pakai BBM Subsidi Terancam Dipidana

Berita Terkini Lainnya