Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Sisi Menyakitkan ketika Diabaikan oleh Figur Attachment

Ilustrasi sisi kelam yang menyakitkan ketika diabaikan oleh figur attachment. (Pinterest/mom.com)
Ilustrasi sisi kelam yang menyakitkan ketika diabaikan oleh figur attachment. (Pinterest/mom.com)

Figur attachment, seperti orangtua, pasangan, atau sahabat terdekat, memiliki peran penting dalam pembentukan rasa aman emosional seseorang. Ketika hubungan dengan figur-figur ini berjalan sehat, individu akan merasa didukung, dimengerti, dan dicintai. Namun, ketika seseorang justru ditolak atau diabaikan oleh figur attachment-nya, dampak psikologis yang timbul bisa sangat dalam dan menyakitkan.

Penolakan dan pengabaian dari sosok yang seharusnya menjadi tempat bersandar bisa menghancurkan kepercayaan diri, memicu kecemasan, dan bahkan membentuk pola relasi tidak sehat di masa depan. Fakta-fakta berikut menggambarkan sisi kelam dari pengalaman emosional ini, yang kerap tersembunyi di balik senyuman dan kepura-puraan “baik-baik saja”.

Berikut 5 sisi kelam yang menyakitkan ketika diabaikan oleh figur attachment, seperti orangtua, pasangan, hingga sahabat yang sangat dipercayai.

1. Penolakan dari figur attachment dapat merusak rasa diri

Pinterest
Pinterest

Saat seseorang ditolak oleh orang yang sangat ia percayai, seperti orang tua atau pasangan, harga dirinya cenderung runtuh. Hal ini karena figur attachment biasanya menjadi cermin utama bagi seseorang dalam memvalidasi eksistensi dan nilainya sebagai individu. Penolakan ini memunculkan perasaan tidak layak dicintai atau bahkan tidak layak untuk eksis, ungkap Bowlby dalam bukunya A Secure Base: Parent-Child Attachment and Healthy Human Development.

Lebih dalam, Mikulincer dan Shaver dalam penelitiannya Attachment in Adulthood: Structure, Dynamics, and Change, mengatakan dalam jangka panjang, individu yang terus-menerus mengalami penolakan dapat mengembangkan pandangan negatif terhadap diri sendiri, seperti merasa “tidak cukup” atau “tidak pernah benar”. Efeknya bisa mengganggu performa sosial, profesional, dan romantis, karena individu membawa luka pengabaian tersebut ke dalam setiap hubungan baru.

2. Pengabaian emosional bisa sama menyakitkannya dengan kekerasan fisik

Ilustrasi tanda seseorang sudah tidak menghargai kamu lagi. (Pinterest/WUNDERWEIB)
Ilustrasi tanda seseorang sudah tidak menghargai kamu lagi. (Pinterest/WUNDERWEIB)

Gerhardt dalam bukunya Why Love Matters: How Affection Shapes a Baby's Brain, mengatakan pengabaian emosional, seperti tidak didengarkan, tidak diperhatikan, atau dianggap tidak penting, dapat menimbulkan luka psikologis yang mendalam. Meski tidak meninggalkan bekas secara fisik, luka emosional yang timbul sering kali lebih sulit disembuhkan karena tidak terlihat dan kerap diremehkan.

Korban pengabaian emosional dari figur attachment sering merasa tidak berharga atau bahkan tak terlihat. Mereka bisa mengalami kesulitan dalam mengekspresikan perasaan atau membentuk hubungan intim karena tidak pernah belajar bahwa perasaan mereka valid dan layak diterima, ungkap Crittenden dalam bukunya Raising Parents: Attachment, Parenting and Child Safety.

3. Figur attachment yang menolak membentuk pola attachment tidak aman

Pinterest
Pinterest

Menurut teori attachment, hubungan awal dengan pengasuh utama sangat menentukan pola relasi seseorang di masa depan. Anak-anak yang sering ditolak atau diabaikan oleh orang tuanya cenderung mengembangkan attachment style yang tidak aman, seperti avoidant (menghindar) atau anxious (cemas).

Cassidy dan Shaver dalam bukunya Handbook of Attachment: Theory, Research, and Clinical Applications, mengatakan dalam hubungan dewasa, mereka mungkin menjadi terlalu menuntut atau justru menutup diri sepenuhnya dari kedekatan emosional. Pola ini bukan karena mereka sulit mencintai, tetapi karena pengalaman awal mengajarkan bahwa kedekatan itu tidak aman atau selalu berakhir dengan luka.

4. Rasa sakit dari penolakan memengaruhi otak seperti nyeri fisik

Ilustrasi tanda wanita yang gampang diselingkuhi pria. (Pinterest/STaTUs Love WaP)
Ilustrasi tanda wanita yang gampang diselingkuhi pria. (Pinterest/STaTUs Love WaP)

Penelitian Eisenberger dengan judul Does rejection hurt? An fMRI study of social exclusion, menunjukkan bahwa rasa sakit akibat penolakan sosial, terutama dari orang dekat, mengaktifkan area otak yang sama dengan nyeri fisik. Ini menjelaskan mengapa ditolak atau diabaikan terasa menyakitkan secara harfiah dan tidak bisa begitu saja dilupakan.

Sayangnya, karena luka ini tidak kasat mata, banyak orang di sekitarnya menganggapnya sebagai berlebihan atau berdrama. Padahal, validasi atas rasa sakit ini sangat penting agar individu bisa memproses emosinya dengan sehat.

5. Luka dari penolakan dapat terbawa hingga dewasa tanpa disadari

Ilustrasi tanda kamu tanpa sadar terlalu keras pada diri sendiri. (Pinterest/xemoxe3870)
Ilustrasi tanda kamu tanpa sadar terlalu keras pada diri sendiri. (Pinterest/xemoxe3870)

Banyak orang dewasa yang tidak menyadari bahwa pola relasi mereka yang bermasalah, seperti terlalu takut ditinggalkan atau justru menghindari kedekatan, adalah berasal dari luka lama yang belum sembuh. Luka ini biasanya berasal dari pengalaman masa kecil saat ditolak atau diabaikan oleh figur attachment utama mereka, ungkap Schore dalam bukunya Affect Dysregulation and Disorders of the Self.

Tanpa disadari, luka tersebut membentuk kepribadian dan mekanisme pertahanan diri yang rumit. Proses penyembuhan memerlukan kesadaran, terapi, dan keberanian untuk menghadapi rasa sakit yang selama ini terpendam. Namun, mengenali luka itu adalah langkah pertama menuju pemulihan yang utuh.

Itulah 5 sisi kelam yang menyakitkan ketika diabaikan oleh figur attachment, seperti orang tua, pasangan, hingga sahabat yang sangat dipercayai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us