TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Sejarah Keris Lombok yang Diberikan kepada Pembalap MotoGP

Memiliki perbedaan dengan keris dari Sumbawa

ilustrasi keris Lombok (Disbudpar.ntbprov.go.id)

Salah satu seri MotoGP kembali digelar di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Minggu (15/10/2023). Seperti tahun lalu, perhelatan MotoGP di Sirkuit yang berada di Desa Kuta, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat ini selalu menghadirkan hal-hal unik dan menarik. Salah satunya adalah saat pembalap MotoGP mendapatkan hadiah kenang-kenangan sebilah keris Lombok.

Keris Lombok memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan keris Sumbawa yang notabene berada dalam provinsi yang sama. Apa saja ciri khas yang dimiliki keris ini dan bagaimana sejarahnya?.

Simak penjelasannya, yang dikutip dari buku berjudul "Bentuk dan Gaya Keris Nusa Tenggara" yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman NTB tahun 1994/1995.

1. Budaya keris di Nusa Tenggara Barat masuk melalui jalur Bali dan Bugis (Makassar)

ilustrasi keris Lombok (Disbudpar.ntbprov.go.id)

Keris pada awal kemunculannya sekitar abad ke-6 dan ke-7 Masehi memiliki bentuk yang sangat sederhana. Pada abad ke-13, keris ini mulai memiliki bentuk seperti yang ada saat ini. Budaya penggunaan keris mencapai puncaknya pada abad ke-14 pada masa Kerjaan Majapahit yang menyebar ke wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, dan lain-lainnya.

NTB terdiri dari dua pulau besar yakni Pulau Lombok dan Sumbawa. Oleh karena itu, budaya keris di NTB masuk melalui dua jalur. Jalur Barat dari Pulau Bali yang masuk ke Pulau Lombok dan jalur Utara masuk dari Bugis (Makassar) ke Pulau Sumbawa.

Masuknya budaya keris ini ke NTB saat keruntuhan Majapahit pada abad ke-15, yang mana terjadi perebutan kekuasaan di Pulau Lombok dan Sumbawa oleh Kerajaan Klungkung dan Kerajaan Goa, Makassar. Kedua kerajaan ini kemudian bersepakat damai dalam perjanjian Sagening terkait pembagian daerah kekuasaan. Pembagian kekuasaan ini menyebabkan gaya keris Lombok (Suku Sasak) memiliki kemiripan dengan keris dari Bali, dan gaya keris Sumbawa (Suku Mbojo dari Bima Dompu dan Suku Samawa dari Sumbawa) mirip dengan gaya keris dari Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Bandara Lombok Catat 31 Ribu Penumpang Selama Periode MotoGP 2023

2. Keris Lombok secara umum memiliki ukuran yang lebih besar

Keris Lombok dengan tampilan mewah. (Disbudpar.ntbprov.go.id)

Keris Lombok maupun keris Sumbawa sama-sama memiliki bagian keris yang tak jauh beda dengan keris dari daerah lainnya. Bagian tersebut antara lain, bilah (wilah), ganja, dan pesi. Dilihat dari ukurannya, keris Lombok memiliki ukuran yang besar dengan panjang antara 58 cm hingga 71 cm. Sedangkan keris Sumbawa memiliki panjang antara 34 cm hingga 51 cm.

Keris lombok memiliki tampilan yang sederhana dan juga mewah. Untuk yang sederhana sering disebut dengan keris ageman atau keris sikep. Biasanya, keris sikep ini memiliki ukuran besar dan panjang. Selain itu, ada juga keris yang disebut dengan istilah keris selepan. Keris ini merupakan keris polos yang berukuran kecil yang diselipkan di pinggang depan dan kadang kala berfungsi sebagai jimat.

Keris Sumbawa juga memiliki keris dengan tampilan sederhana dan mewah. Untuk keris Sumbawa yang berpenampilan mewah disebut dengan tatarapang. Tatarapang ini biasanya digunakan oleh raja-raja di Sumbawa.

Keris Lombok maupun Keris Sumbawa memiliki pamor atau motif pada kerisnya. Keris Lombok memiliki unsur pamor yang lebih bervariasi dan memiliki bentuk yang jelas. Sedangkan, keris Sumbawa kurang jelas, gemerlap dan monoton. Hal ini diyakini karena memakai bahan pamor dari Sulawesi Selatan, tepatnya dari Luwu.

3. Keris digunakan sebagai senjata perang di Lombok maupun Sumbawa

Menteri BUMN Erick Thohir memberikan keris pusaka Lombok ke Francesco Bagnaia, Minggu (15/10/2023) (IDN Times/Tino).

Pada sekitar abad ke-17, daerah Lombok maupun Sumbawa sering terjadi peperangan antara kerajaan yang berada di kedua wilayah tersebut. Karena keris termasuk dalam ketegori senjata tajam, maka keris digunakan sebagai senjata perang di masa tersebut. Prajurit yang berperang menggunakan keris sebagai senjata untuk menikam atau menusuk musuh.

Masyarakat Lombok menggunakan keris sikep untuk berperang. Cara memakainya disebut dengan istilah nyelep yaitu menyelipkan keris sikep di pinggang dengan posisi miring ke kanan. Di Sumbawa, khususnya suku Mbojo yang tinggal di bagian Timur Pulau Sumbawa tapatnya di Bima dan Dompu memiliki tradisi yang lain.

Tradisi ini dikenal dengan nama tradisi Compo Sampari, yaitu pemberian keris kepada anak laki-laki menjelang dikhitan. Laki-laki yang telah mendapatkan keris ini akan mengucapkan sebuah janji yaitu "Mada dau raga, wau jaga sarumbu" yang memiliki arti "Saya anak laki-laki jantan, sanggup membela dan menjaga diri". Tradisi ini masih berlangsung hingga saat ini.

Selain berfungsi sebagai senjata saat berperang, keris memiliki fungsi lain seperti untuk kelengkapan busana, sebagai tanda atau lambang kekuasaan, sebagai sarana upacara, hingga sebagai sarana spiritual. Sebagai sarana spiritual, keris sering digunakan dalam sebuath ritual untuk menyembuhkan penyakit, melawan roh jahat, sarana perlindungan diri, hingga untuk menolak hama penyakit. Hingga saat ini, fungsi keris ini juga masih tetap sama, kecuali sebagai senjata perang.

Baca Juga: Makna Keris Pusaka Lombok yang Diberikan kepada Juara MotoGP Mandalika

Verified Writer

Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya