Warga minta ITDC segera bayar lahan warga yang digusur IDN Times/Ahmad Viqi Wahyu Rizki
Pemilik lahan di Dusun Muntung Denong, Amak Mai (70) mengatakan, penanaman kali kedua batang pohon Banten di jalan bypass penyangga KEK Mandalika sebagai bentuk protes karena lahan belum dibayar.
"Kemarin (15 September 2021) sudah kita tanam ratusan pohon tapi langsung dibongkar. Kita keberatan karena mereka (ITDC) dilawan pakai cara halus tidak mau. Mereka tetap mengakui tanah ini menjadi milik ITDC," kata Mai kepada IDN Times, usai menanam puluhan batang pohon.
Selama ini, kata Mai, sudah 10 bulan PT ITDC berjanji akan membayar lahan warga. Namun, hingga detik ini katanya dalam bahasa Sasak, belum ada kejelasan terkait pembayaran lahan.
"Kita hanya dengar janjinya saja sampai hari ini," kata Mai.
Semua warga yang belum mendapatkan bayaran lahan di HPL Nomor 49 dan 79, kata pemilik lahan 12 hektare ini, hanya menuntut kebenaran atas hak lahan yang dikelola sejak 1960 itu.
"Saya sudah bilang, tanah ini dari tahun 1960 saya garap. Saya ada surat menggarap tahun 1974. Tapi, kami dianggap rakyat kecil ini jadi main-mainan mereka," kata Mai.
Ia pun lantas mempertanyakan kekuatan hukum yang dipegang oleh PT ITDC, sehingga mengakui secara sepihak lahan milik puluhan warga di Dusun Ebangah Desa Sengkol, Kecamatan Pujut.
"Mereka ini tidak peduli. Pemerintah apa namanya ini? Saya garap lahan ini sebelum ada PKI, sudah di sini. Tiga kali saya garap di sini, sebagian warga tidak tahan di sini. Hanya saya dan keluarga saya yang bertahan," kata Mai.
Selama ini, PT ITDC tidak pernah melakukan negosiasi pembayaran tanah warga. Padahal, kata Mai, pada 29 Oktober 2018 Gubernur NTB menerbitkan SK dengan Nomor: 120/320/Pem/2018 terkait status tanah di atas lahan ENCLAVE atas nama Amak Mai atau Asep Azhar terdaftar di nomor urut VIII dengan luas tanah 12 hektare.
"Tapi ITDC belum pernah bayar tanah saya satu rupiah pun. Kenapa pemerintah menjadi begini? Siapa sebenarnya jadi warga negara? Bukan presiden milik negara. Masyarakat kecil yang punya negara," kata Amak Mai.