Kepala Biro Hukum Setda NTB Lalu Rudi Gunawan. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudi Gunawan mengatakan sebelum dilakukan pembayaran uang kerohiman, orang-orang yang akan menerima diumumkan lewat media massa. Pada waktu itu, ada Tim Sembilan yang melakukan verifikasi dan identifikasi orang yang akan menerima uang kerohiman berdasarkan alas bukti yang benar.
"Kalau sudah clear, baru dibayar. Bagaimana mungkin dia dibilang salah bayar. Kalau ada yang mengaku bahwa tanah itu miliknya, bukan dia, kenapa saat itu tidak ada sanggahan.
Pada saat saat itu, sebelum diklarifikasi dibuka pengumuman di koran. Tanah ini dikuasai oleh si A. Kalau ada pihak yang mengaku memiliki, seharusnya pada saat itu disanggah," kata Rudi.
Jika tidak ada yang menyanggah, artinya orang yang menerima dana kerohiman sudah benar. Apabila sekarang ada pihak lain yang mengatakan bukti kepemilikan penerima dana kerohiman itu palsu alias tidak benar, maka dia bisa digugat ke pengadilan.
"Akibat salah bayar itu tidak bisa disalahkan kepada ITDC maupun Pemprov NTB. Maka yang bertanggungjawab adalah orang yang menerima dana kerohiman," tegas mantan jaksa Kejaksaan Tinggi NTB ini.
Jalan keluar terakhir untuk menyelesaikan persoalan lahan KEK Mandalika sekarang adalah lewat jalur hukum. Masyarakat yang mengklaim lahannya belum dibebaskan atau belum menerima pembayaran ganti rugi harus menggugat lewat jalur hukum.
"ITDC mengatakan siap membuka data semua, BPN juga siap membuka. Tetapi dengan tiga syarat," katanya.
Pertama, apabila kasusnya sedang berada di kepolisian, maka data-data dapat dibuka ITDC atas perintah aparat penegak hukum. Kedua, data-data dapat dibuka ITDC apabila ada gugatan ke pengadilan. Dan ketiga, data-data dapat dibuka atas persetujuan pemegang hak pengelolaan lahan (HPL) yaitu ITDC.
"ITDC siap membuka tapi atas perintah pengadilan atau APH. Tidak bisa atas desakan Pemprov," tanas Rudi.