Prada Richard Bulan memberi pengakuan di sidang kasus Prada Lucky. (IDN Times/Putra Bali Mula)
Prada Richard juga mengaku masih trauma hingga saat ini pasca disiksa sedemikian rupa beberapa hari itu. Siksaan itu untuk membuatnya dan almarhum Prada Lucky mengaku sebagai LGBT. Mereka juga dipaksa melakukan hubungan tak senonoh yang ditonton para seniornya. Hal itu, kata dia, jelas membuat dirinya trauma. 
"Kalau trauma ada. Siapa pun kalau disuruh berhubungan seperti itu pasti ada trauma. Itu sampai disuruh begitu dan disaksikan abang-abang kami semua, empat orang itu," tandasnya. 
Ia mengungkapkan ingin pindah ke wilayah Rote Ndao saja bila direstui oleh pimpinan setelah berita ini mencuat. 
"Semoga pimpinan mendengar suara saya dan saya mau ke Rote. Kalau saya di sana (Yonif tp 834 waka nga mere) masih trauma, kembali ke sana sama saja saya ke masa lalu," jawab Richard.
Sejauh ini ia mengungkapkan tidak ada intimidasi terhadap dirinya baik dari para senior di batalion maupun dari pihak. 
Prada Richard sendiri disiksa bersama Prada Lucky selama berhari-hari sejak 27 Juli hingga keduanya dibawa ke puskesmas pada 31 Juli 2025. Keduanya berpisah saat Lucky dibawa ke rumah sakit dan pada 6 Agustus 2025 dinyatakan meninggal dunia. 
"Saya tidak tahu awalnya bagaimana. Nama saya dibawa-bawa," kata Richard. 
Ia menyebut Dansi Intel Thomas Awi yang mengurusi kasus ini menemukan bukti penyimpangan seksual. Namun di handphone miliknya sendiri tidak ditemukan hal-hal yang mengindikasikan tuduhan itu.