Masjid Hubbul Wathan Islamic Center NTB (IDN Times/Muhammad Nasir)
Doktor ahli tafsir lulusan Universitas Kairo Mesir ini mengatakan supaya tidak menciptakan kesan bahwa seakan-akan yang berpotensi mengganggu ketenangan atau ketentraman itu hanya suara yang keluar dari masjid dan musala. Sementara, semua tahu, bahwa rumah ibadah non Islam juga mengeluarkan suara kidung-kidung, lagu-lagu pujian, dan lagu-lagu keagamaan.
Di banyak tempat di Indonesia, masjid tidak hanya tempat berkumpul untuk salat. Pengeras suara masjid juga tidak hanya fungsinya untuk digunakan azan dan iqamat saja atau mengaji. Banyak tempat di Indonesia juga Lombok, rata-rata masyarakat menjadikan masjid sebagai sentral kegiatan.
Sehingga dari pengeras suara di masjid digunakan untuk mengumumkan ada kematian. Kemudian kalau ada kegiatan gotong royong, dan ada kegiatan kemasyarakatan lainnya. Pengeras suara masjid atau musala memiliki juga fungsi sosial budaya.
Jadi, menurut TGB, di daerah-daerah seperti misalnya di NTB justru pengeras suara masjid bukan mengganggu. Sebaliknya malah menjadi rujukan dari masyarakat di desa.
"Karena di situ sekali lagi bisa juga digunakan untuk banyak pengumuman-pengumuman yang menjadi perhatian dari masyarakat," terangnya.
Hal yang justru bermasalah, kata TGB adalah di masyarakat perkotaan. Di perkotaan tidak hanya satu agama. Seperti di Jakarta, penduduknya heterogen memungkinkan untuk diatur.