JPU Dewa Narapati. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Pada sidang pekan depan, kata Narapati, akan mendengarkan keterangan saksi dari aparat kepolisian Polres Lombok Utara. Dia tak menyebut jumlah polisi yang akan menjadi saksi. Tetapi Narapati mengatakan jumlahnya cukup banyak.
"Minggu depan saksi dari klaster polisi Polres Lombok Utara. Banyak (saksi) dari polisi di sana," tandasnya.
Dalam surat dakwaan JPU pada persidangan pertama, terungkap bahwa terdakwa Ipda Aris Candra dan Kompol Yogi melarang saksi Brian Dwi Siswanto, selaku petugas patroli untuk melakukan identifikasi terhadap identitas korban Brigadir Nurhadi.
Saksi dilarang oleh terdakwa dan menyampaikan agar identitas jenazah korban supaya terdakwa saja yang mengurus dan memberikan informasi seolah-olah orang Jakarta yang meninggal bukan anggota kepolisian.
Terdakwa juga melarang untuk melakukan pengecekan jenazah serta melarang saksi Brian Dwi Siswanto untuk masuk ke dalam Klinik Warna Medika. Sehingga saksi Brian Dwi Siswanto tidak berani karena terdakwa merupakan Anggota Paminal Bidpropam Polda NTB yang memiliki pengaruh kuat di Polda NTB.
Selanjutnya saksi Brian Dwi Siswanto, secara diam-diam melakukan olah TKP di Vila Tekek The Beach House Resort. Namun karena takut ketahuan oleh terdakwa selaku Anggota Paminal Polda NTB, tidak melakukan olah TKP secara mendalam sesuai dengan Standar Operational Prosedur (SOP). Selain itu, manager hotel juga keberatan terhadap tindakan pemasangan police line tersebut dengan alasan dapat mengganggu kenyamanan tamu hotel lainnya
Selanjutnya, terdakwa Yogi dan Ipda Aris bersama dengan saksi Misri dengan sengaja menghapus semua isi percakapan dan Data Call Record terhadap handphone milik masing-masing. Serta menghapus juga handphone milik saksi Meylani Putri dan korban Muhammad Nurhadi yang menjadi barang bukti. Sehingga dapat menghilangkan bukti petunjuk yang dapat dipakai oleh penyidik untuk mempercepat pengungkapan suatu dugaan tindak pidana.
Pada Jumat, 18 April 2025, sekitar pukul 07.00 WITA, terdakwa Kompol Yogi dan Ipda Aris Candra menghubungi Punguan Hutahaean selaku Kasat Reserse Kriminal Umum Polres Lombok Utara dengan maksud untuk melakukan intervensi dan intimidasi agar menghapus barang bukti video, CCTV yang ada di Vila Tekek The Beach House Resort dan menghapus video perempuan atau saksi Misri.
Karena terdakwa Kompol Yogi takut diketahui oleh istrinya yang dikhawatirkan dapat memicu perceraian. Terdakwa Kompol Yogi meminta laporan setiap perkembangan hasil olah TKP yang dilakukan oleh Tim Reserse Kriminal Polres Lombok Utara. Dia juga meminta penjelasan dan keberatan terkait dengan Pasal yang diterapkan dalam Laporan Polisi (LP) yaitu Pasal 351 ayat (3) KUHP karena autopsi sebenarnya telah ditolak oleh pihak keluarga korban.
Terdakwa Kompol Yogi menyampaikan kepada saksi dengan maksud untuk mengaburkan bahwa korban Brigadir Nurhadi sebenarnya meninggal karena melakukan salto saat berada di kolam renang. Namun karena saksi Punguan Hutahaean tidak berani terhadap permintaan dan intervensi dari terdakwa Kompol Yogi, sehingga saksi berdalih bahwa penyidikan nanti akan diserahkan saja kepada Polda NTB.