Direktur PBHM NTB Yan Mangandar Putra. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Direktur Pusat Bantuan Hukum Mangandar (PBHM) NTB Yan Mangandar Putra mengatakan ada 29 korban, seluruhnya perempuan. Namun yang diperiksa sebagai saksi sebanyak 27 orang. Para korban merupakan angkatan pertama Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Ponpes tersebut.
Para korban telah diperiksa oleh ahli psikolog klinis sesuai rekomendasi UPTD PPA. Hasil pemeriksaan psikologi bahwa para korban mengalami gejala kecemasan dalam kategori sedang hingga berat. Para korban rentan mengalami kekerasan seksual karena adanya relasi kuasa.
Yan menjelaskan kronologi dugaan pencabulan oleh pimpinan ponpes kepada 29 santriwatinya. Pada Senin, 29 Mei 2023, para santriwati yang menjadi korban kabur melalui jendela menceritakan ke guru terkait permasalahan yang dialami karena menjadi korban pencabulan dari tersangka. Kemudian mereka lari pulang ke rumahnya masing-masing, ada beberapa yang menaiki mobil pikap.
Setelah mendengar cerita anak-anaknya yang masih dalam kondisi sedih dan trauma, para orangtua merasa kecewa dan marah. Sehingga secara spontan ramai-ramai pada hari itu juga menuju Ponpes dan melempar bangunan pondok dengan batu sambil mencari tersangka hingga ke dalam kamar tidurnya namun tidak ditemukan.
Selanjutkan para orangtua melaporkan permasalahan tersebut ke Polres Sumbawa. Tersangka melakukan pencabulan terhadap para korban dengan meraba dan mencubit payudara dari luar baju, mencium kening, memangku, memeluk dan menempelkan kedua kaki ke punggung hingga kemaluan sampai mengenai kepala bagian belakang para korban.
Modus tersangka adalahbmendekati dan memberikan doa sambil meletakkan telapak tangannya di atas kepala para korban. Kemudian tangannya turun pelan-pelan meraba dari kepala sampai ke payudara. Tersangka mendekati para korban dengan alasan untuk memberikan perhatian kepada para korban yang merupakan santriwati.
Yan menduga perbuatan pencabulan tidak dilakukan secara bersamaan melainkan berbeda-beda waktu dan lokasinya. Bahkan ada beberapa di antara para korban ada yang saling melihat ketika tersangka sedang melakukan perbuatan cabul.
Ketika perbuatan pencabulan dilakukan tersangka, para korban tidak pernah melakukan perlawanan karena takut dan segan. Yan menduga hal itu disebabkan karena tersangka adalah pemilik dan tuan guru di pesantren tempat mereka sekolah dan mondok.
Yan menambahkan tersangka ditangkap dan ditahan Satreskrim Polres Sumbawa pada 26 Juni 2023. Kemudian perpanjangan penahanan oleh jaksa pada 15 Juli 2023. Selanjutnya, perpanjangan penahanan tersangka oleh Ketua PN Sumbawa pada 25 Agustus 2023.
Ada perpanjangan penahanan kedua oleh Ketua PN Sumbawa sejak 24 September sampai 23 Oktober 2023. Namun tersangka dilepaskan dari status tahanan rutan dengan ditangguhkan menjadi tahanan kota sejak Jumat, 20 Oktober 2023 atau tiga hari sebelum batas terakhir penahanan tanggal 23 Oktober 2023. Hingga Maret 2024 ini, kasus kekerasan seksual tersebut belum jelas kelanjutannya.