Kegiatan Penemuan Kasus Aktif (Active Case Finding/ACF) untuk skrining kasus Tuberkulosis (TBC) di Kota Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)
Dia menyebut sejumlah faktor yang menjadi kendala penanganan TBC di NTB. Antara lain belum berjalannya skrining TBC pada populasi risiko tinggi, investigasi kontak belum berjalan di seluruh wilayah, notifikasi kasus pada faskes swasta masih rendah, dan jejaring internal faskes belum optimal.
Selain itu, delay reporting di fasyankes juga menjadi kendala penanganan TBC. Cakupan pemberian terapi pencegahan TBC masih rendah, pemahaman tenaga kesehatan dalam pemberian TPT belum optimal, dukungan lintas sektor dalam pencegahan faktor risiko TBC belum maksimal, serta penerapan perilaku hidup sehat untuk pencegahan TBC masih kurang.
Dins Kesehatan NTB menyusun rencana tindak lanjut atas penanganan kasus TBC antara lain dengan melakukan umpan balik capaian program TBC setiap bulan ke kabupaten/kota. Kemudian melakukan validasi data kasus TBC di Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB), melakukan bimbingan teknis program TBC, melakukan update data logistik TBC di SITB, dan menjamin ketersediaan logistik TBC di tingkat pusat.
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota juga melakukan umpan balik capaian program TBC setiap bulan ke fasyankes, memastikan bahwa semua penemuan dan pengobatan kasus TBC di fasyankes sudah terinput di SITB. Kemudian memastikan bahwa semua fasyankes telah melaporkan zero reporting setiap Jumat di SITB, melakukan validasi data kasus TBC tingkat fasyankes di SITB, melakukan bimbingan teknis program TBC ke fasyankes, melakukan update data logistik TBC di SITB, serta menjamin ketersediaan logistik TBC di Tingkat Kabupaten/Kota.
Tuti menjelaskan fasilitas pelayanan Kesehatan mengupayakan penemuan kasus TBC secara aktif dengan melibatkan multi pihak (HIV, Lansia, Gizi dan PTM), mengaktifkan penemuan kasus TBC melalui jejaring layanan satelit seperti Tempat praktek Mandiri Dokter, Klinik Pemerintah/Swasta dan RS Pemerintah/Swasta. Selain itu, melakukan pemantauan pengobatan pasien TBC, berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kbupaten/Kota terkait rujukan masuk dan keluar kasus TBC yang ditemukan, dan melakukan kegiatan investigasi kontak TBC yang melibatkan kader komunitas.
Fasyankes juga terus berkoordinasi dengan perangkat wilayah desa/kelurahan dalam melakukan penjaringan kasus. Kemudian melakukan penginputan data penemuan dan pengobatan kasus TBC ke SITB secara real time. Selanjutnya melakukan pelaporan zero reporting di SITB setiap Jum’at, melakukan update data logistik TBC di SITB.
Fasyankes dengan Tes Cepat Molekuler melaporkan kendala teknis pada alat TCM ke Dinas Kab/Kota dan ASP sesuai mekanisme pelaporan, tenaga kesehatan di fasyankes seperti dokter, lerawat, analis kesehatan dan farmasi mengikuti pelatihan TBC melalui situs lms.kemkes.go.id.