Mataram, IDN Times - Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk salah satu provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi di Indonesia. Pada 2022, prevalensi angka stunting di NTB berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sebesar 32,7 persen. Prevalensi stunting di NTB berada di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 21,6 persen pada 2022.
Salah satu upaya yang dilakukan menurunkan kasus stunting di NTB melalui Gerakan Bhakti Stunting. Gerakan Bhakti Stunting dilakukan dengan upaya keroyokan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan siswa SMA/SMK dengan memberikan bantuan telur kepada balita yang mengalami stunting.
Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB dr. Lalu Hamzi Fikri mengatakan selama tiga bulan dilakukan intervensi balita yang mengalami stunting dengan pemberian telur, 80 persen mengalami perubahan status gizi dari gizi buruk menjadi gizi baik.
Selain itu, Dikes NTB melarang keras pemberian susu formula (sufor) kepada balita. Terutama bagi tenaga kesehatan atau kader posyandu yang sedang memeriksa kondisi ibu hamil dan balita. Kader posyandu dilarang untuk memberikan sufor atau menganjurkan untuk memberi sufor kepada balita. Melalui Gerakan Bhakti Stunting, Fikri mengatakan kasus stunting di NTB mengalami penurunan yang signifikan.
Berdasarkan data elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) per September 2023, kasus stunting turun menjadi 13,78 persen.
"Gerakan Bhakti Stunting cukup efektif menurunkan kasus stunting asalkan benar-benar semua ikut bergerak baik pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Tiga bulan kita intervensi dengan pemberian telur, 80 persen balita stunting rata-rata mengalami perubahan status gizi. Apalagi kalau gerakannya lebih masif lagi," kata Fikri dikonfirmasi di Mataram, Sabtu (2/12/2023).