Ilustrasi tambang emas (Pexels.com/Tom Fisk)
Untuk itulah, kata Iqbal, Pemprov NTB menggagas izin pertambangan rakyat (IPR). Menurutnya, seburuk-buruknya tambang yang legal, pasti lebih baik daripada tambang yang ilegal. Setidaknya, kata dia, Pemda bisa mengontrol penggunaan bahan kimia dalam aktivitas tambang rakyat.
"Mengontrol dan memastikan bahwa yang bekerja adalah masyarakat yang ada di sekitarnya. Mengontrol dan memastikan bahwa tidak ada eksploitasi secara berlebihan terjadi dalam tambang itu," kata dia.
Namun, Iqbal menyatakan bahwa IPR bukan sesuatu yang mudah, ada pro dan kontra di tengah masyarakat. "Karena tambang rakyat ini hal baru, kita harus belajar. Karena itu kita buat pilot project dan sekarang ini ada dua hal kita lakukan," jelasnya.
Pertama, menyiapkan Perda tentang Iuran Pertambangan Rakyat (IPERA) dan Perda tentang Tata Kelola Tambang Rakyat. Tujuannya, agar Pemda bisa memastikan bahwa tambang rakyat itu ketika berjalan nanti akan terjadi perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar tambang. Kemudian memastikan bahwa persoalan lingkungan pasca tambang terselesaikan dengan baik.
"Rencana pascatambang harus akurat dan sebaik mungkin dilakukan oleh yang melakukan pertambangan. Saya tahu bahwa pandangan terhadap IPR ada pro dan kontra. Tetapi kita harus mencarikan solusi. Kalau kita tutup tambang ilegal ini sekarang maka harus ada solusi. Kita harus mencari terobosan untuk mengangkat harkat hidup sosial ekonomi masyarakat di sekitar tambang," ujarnya.
Jika pertambangan rakyat berjalan di NTB, tambah Iqbal, maka uang yang masuk ke negara dari iuran tambang rakyat, sebagiannya harus kembali ke masyarakat sekitar tambang. Sehingga ada dampak sosial dan ekonomi dari keberadaan tambang tersebut.