Budayawan NTB Dr. Lalu Ari Irawan (IDN Times/Muhammad Nasir)
Budayawan NTB, Dr. Lalu Ari Irawan menjelaskan hal-hal yang membuat pengguna tangan kidal perlu menyesuaikan diri dengan norma kesopanan yang menjadi kesepakatan dalam suatu komunitas atau masyarakat. Jika ada semacam kelainan atau keterbatasan pada seseorang, tidak menjadi alasan dia menyesuaikan diri dengan norma yang ada.
"Kecuali kalau tangan kanannya tidak ada sama sekali, itu bisa dimengerti dengan proses menjadi diterima dengan norma yang berlaku di sekitarnya," kata Mamiq Ari, sapaan akrabnya saat berbincang dengan IDN Times, Sabtu (13/8/2022).
Dikatakan, orang kidal yang menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di masyarakat merupakan proses kebudayaan yang terjadi pada seseorang. Dengan berusaha menyesuaikan dirinya supaya diterima di mana dia bergaul.
"Pada prinsipnya yang inklusif kidal di sini tidak hanya dari pihak yang banyak melihat, tapi yang sedikit. Yang sedikit juga harus melihat yang banyak. Supaya keteraturan itu juga dimainkan perannya oleh semua pihak," katanya.
Artinya, pengguna tangan kiri harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan masyarakat. Karena tidak semua orang mengetahui keterbatasan seseorang. Sehingga dalam lingkup pergaulan, bagaimana agar keberterimaan biasa diterapkan di masyarakat.
"Sebagai individu yang ada dalam lingkaran itu agak riskan kalau kita mengatakan kalau mereka harus mengerti saya. Seharusnya saya harus mengerti orang lain juga. Norma ini mungkin dipandang oleh sebagian orang tidak inklusif," terangnya.
Tapi kesepakatan yang ada dalam masyarakat itulah yang dianggap sebagai sesuatu yang diterima. Menurutnya, agak sulit mengubah kesepakatan yang begitu masif dengan kebutuhan individu ketika dia menyadari bahwa itulah yang berlaku di suatu komunitas.
"Seperti kita ketahui kebudayaan itu dekat dengan ajaran agama Islam. Dan ajaran Islam mengatakan banyak sekali menyebutkan penggunaan tangan kanan dalam kebaikan," imbuhnya.
Masyarakat Sasak yang tinggal di daerah lain akan menyesuaikan diri dengan norma masyarakat yang ada di sana. Norma yang berlaku di suatu daerah itulah yang diikuti. Dalam konteks memahami seseorang yang menggunakan tangan kiri dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari mungkin bisa dipahami.
Tetapi yang berkaitan dengan tradisi, norma kesopanan yang telah dibuat dengan kesepakatan bersama butuh waktu yang lama untuk mengubahnya. "Norma itu mungkin saja berubah tetapi mungkin akan membutuhkan waktu yang lama sekali. Suatu perubahan kecil yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat," kata Pengurus Harian Majelis Adat Sasak (MAS) ini.
Menurutnya belajar tentang moderasi kebudayaan juga cukup penting. Yaitu bagaimana menghargai perbedaan kebudayaan dengan menunjukkan kesopanan dan lain-lain.