Sengketa Lahan Hotel Pullman, Gubernur Minta Tunggu Putusan PK Kedua

Mataram, IDN Times - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah meminta semua pihak menunggu putusan pengadilan terkait sengketa lahan Hotel Pullman Mandalika antara PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) dengan Umar. Saat ini, proses hukum masih berlangsung karena ITDC mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung (MA).
"Kita harus menunggu putusan PK kedua. Kita tunggu hasil finalnya," kata Gubernur Zulkieflimansyah dikonfirmasi di Mataram, Selasa (15/2/2022).
1. Penggugat menang, ITDC ajukan PK kedua

Sebelumnya penggugat atas nama Umar meminta ITDC segera membayar lahan tempat dibangunnya Hotel Pullman Mandalika. Karena PK yang diajukan Umar dikabulkan MA. ITDC diminta membayar lahan tersebut sebelum gelaran MotoGP 2022 di Sirkuit Mandalika, 18 - 20 Maret mendatang.
Informasi yang diperoleh dari ITDC, BUMN Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika itu sudah mengajukan PK kedua mengenai sengketa lahan Hotel Pullman. "Artinya menang penggugatnya. Tapi ITDC ada keberatan juga. Dia mengajukan PK kedua," kata Gubernur.
2. ITDC yakin menang

Gubernur menambahkan Direktur Utama ITDC Abdulbar M. Mansoer yakin akan menang PK kedua. Karena dalam perkara PK sebelumnya, ada dokumen atau bukti-bukti yang tidak lengkap disampaikan.
"Pak Umar juga teman kita, saya kenal baik. ITDC juga teman baik. Kita tak ingin gaduh. Maka kita tunggu putusan PK kedua," ucap Gubernur.
ITDC mengajukan PK kedua terkait kasus sengketa lahan Hotel Pullman Mandalika. PK kedua diajukan setelah adanya putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan PK yang diajukan Umar.
3. Alasan ITDC ajukan PK kedua

Vice President Legal and Risk Management ITDC Yudhistira Setiawan menjelaskan pada 30 Desember 2021, pihaknya telah mengajukan PK kedua atas putusan MA yang mengabulkan permohonan PK Umar. Dua alasan BUMN yang mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika itu mengajukan PK kedua dalam perkara sengketa lahan Hotel Pullman dengan Umar.
Pertama, karena pada lahan yang menjadi objek sengketa antara ITDC dan Umar, terdapat dua putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Sedangkan alasan kedua, karena ITDC juga memiliki bukti-bukti baru (novum) yang belum pernah diperiksa dalam persidangan perkara dimaksud.
Pada 2020, Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejati NTB memenangkan gugatan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) 73 KEK Mandalika di tingkat kasasi. Pengelolaan lahan PT. ITDC atas tanah seluas 5,99 hektare dinyatakan sah. Kasasi itu tercantum dalam putusan nomor 1570.k/pdt/2020 tertanggal 21 Juli 2020. Majelis hakim kasasi diketuai Dr. Yakup Ginting didampingi hakim anggota Dr. Muhammad Yunus Wahab dan Dr. H. Sunarto.
Umar sebelumnya menggugat lahan di area Hak Pengelolaan Lahan (HPL) 73 KEK Mandalika. Umar menggugat PT ITDC, BPN Lombok Tengah, Kanwil BPN NTB, BPN RI, Hotel Pullman Lot H4, Hotel Royal Tulip Lot H5, dan Paramount Lombok Resort and Residence.
Dalam gugatannya, Umar meminta pengadilan menyatakan objek sengketa merupakan sah miliknya. Serta menyatakan para tergugat menguasai lahan dengan cara melawan hukum. Karena Umar merasa tidak pernah melakukan jual beli, menukar, menghibahkan atau menerima ganti rugi dari PT ITDC. PT ITDC melalui JPN Kejati NTB melakukan gugatan rekonvensi.
4. ITDC sempat menang di kasasi

Dalam putusan kasasinya, majelis hakim kasasi mengabulkan kasasi PT ITDC dan BPN yang diwakili JPN Kejati NTB. Sekaligus membatalkan putusan banding Pengadilan Tinggi NTB yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Praya.
Majelis hakim menyatakan seluruh dokumen, surat-surat, dan akta yang dibuat, ditandatangani, dan dipakai Umar untuk mensertifikatkan tanah objek sengketa tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga hakim menyatakan objek sengketa adalah sah milik PT ITDC.
Hal itu berdasarkan sertifikat HPL No73 tertanggal 25 Agustus 2010. Sebaliknya, buku tanah atas nama Umar dengan No.889 surat ukur 13 Januari 2005 seluas 59.900 m2 tidak punya kekuatan hukum mengikat.
Di pengadilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri Praya mengabulkan gugatan penggugat rekonvensi dalam hal ini PT ITDC. Antara lain menyatakan dokumen dan akta tanah milik Umar tidak punya kekuatan hukum.
Kemudian menyatakan sah objek sengketa milik PT. ITDC pada HPL 73 dengan luas 1.225.250 m2 atas nama PT Pengembangan Pariwisata Bali. Serta menyatakan buku tanah 889 seluas 59.900 m2 dan buku tanah 626 seluas 30.100 m2 atas nama Umar tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Atas putusan tersebut Umar menyatakan banding. Pengadilan Tinggi NTB kemudian memutus perkara banding pada 1 Agustus 2019. Amar putusannya antara lain menerima banding Umar dan membatalkan putusan PN Praya.
Selanjutnya majelis hakim banding menyatakan PT. ITDC menguasai lahan pada HPL 73 itu secara melawan hukum. Objek tanah sengketa itu dikuasai PT. ITDC tanpa melalui proses pengalihan hak sehingga merugikan Umar. Kemudian menyatakan sertifikat HPL 73 milik PT ITDC tidak memiliki kekuatan hukum.