Ilustrasi guru. (Dok. Pribadi/Ahmad Syaiful Bahri)
Aidy mengatakan BPK melaakukan pemeriksaan beberapa bulan lalu. Pihaknya juga sudah menggelar pertemuan dengan BPK. BPK mengonfirmasi hasil pemeriksaannya.
Pada saat itu, Aidy menyampaikan apa yang menjadi hambatan dan kendala terkait pengelolaan dana BOS yang menyebabkan tata kelolanya tidak maksimal. Dikatakan, tata kelola dana BOS langsung dari pusat ke sekolah-sekolah.
Pemerintah Provinsi, kata Aidy, punya kewenangan yang terbatas. Oleh karena itu sistem yang dibangun Kemendikbud melalui aplikasi Arkas dan Markas. "Temuan BPK itu arahnya kebijakan yang dibuat sekolah untuk honor guru," ungkapnya.
Pada 2021, Kemendikbud mengeluarkan kebijakan penggunaan BOS menyesuaikan dengan masa pandemik. Saat itu, banyak guru yang tak masuk mengajar karena pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, sehingga honor mereka tersendat.
"Akhirnya dikeluarkan perubahan juknis dan edaran dari Kemendikbud, dana BOS boleh untuk honor. Sekolah menerjemahkannya macam-macam. Ada yang diberikan untuk tenaga honorer tapi ada juga untuk yang PNS," tuturnya.
Dari item peruntukan, jelas Aidy, tidak ada yang keluar dari pedoman penggunaan dana BOS. Tetapi sasaran penerimanya yang menyalahi ketentuan, seharusnya honor tersebut untuk guru honorer saja bukan untuk PNS.
"Tugas kami berikutnya adalah membangun manajemen kontrol dan pengendalian penggunaan dana BOS," tandasnya.
Sebelumnya, BPK menemukan pengelolaan dana BOS di beberapa SMA/SMK di NTB belum tertib. Diantaranya, penggunaan dana BOS belum didukung bukti pertanggungjawaban yang valid, penggunaan dana BOS menyalahi ketentuan untuk yang bukan peruntukannya.
Serta laporan penggunaan dana BOS terlambat disampaikan. BPK mendorong agar Pemprov NTB memperbaiki kinerja dana BOS dan memonitor penggunaan dana BOS melalui aplikasi yang telah ditetapkan. Sehingga BPK merekomendasikan pengembalian beberapa penggunaan dana BOS dan menghentikan penggunaan dana BOS yang bukan peruntukannya.