Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu Hias

Dile jojor mulai sulit ditemukan

Lombok Timur, IDN Times - Maleman merupakan Sslah satu ritual atau tradisi keagamaan yang dianggap penting dan selalu diperingati meriah oleh warga Suku Sasak khususnya di Lombok Timur (Lotim) setiap bulan suci Ramadan. Peringatan Nuzulul Quran dan malam Lailatulkadar ini biasanya dilakukan pada tanggal ganjil menjelang berakhirnya Ramadan.

Ritual ini bertujuan untuk memperingati pristiwa turunnya Alquran untuk pertama kalinya kepada Nabi Muhammad SAW. Mukjizat ini disampaikan melalui perantara Malaikat Jibril pada bulan Ramadan, inilah yang sering disebut dengan Nuzulul Quran.

Peristiwa turunnya Alquran tersebut kemudian diperingati oleh umat Muslim di seluruh dunia. Peringatan ini telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu, termasuk bagi warga suku Sasak di Lombok.

Dulunya untuk menyambut ini, masayarakat Suku Sasak melakukan ritual dengan menyalakan dile Jojor (seperti obor kecil). Tetapi sekarang ini, ritual ini sudah ada yang menggantinya dengan lampu hias. Hanya beberapa tempat di Lotim yang masih melakukan ritual ini.

1. Diperingati dengan menyalakan dile jojor

Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu HiasBudyawan Lotim, Muhir (Facebook/Muhir)

Budayawan Lombok Timur, Muhir menjelaskan, peringatan Nuzulul Quran oleh masyarakat Sasak diperingati dengan cara menggelar ritual Maleman. Ini biasanya dilakukan pada 10 hari terakhir bulan Ramadan, yaitu pada malam ganjil, malam ke-21, 23, 25 dan 27. 

Pada saat ritual Maleman tersebut, masyarakat Suku Sasak menyalakan dile jojor (alat penerangan tradisional seperti obor, tapi lebih kecil) di jalan-jalan dan sudut-sudut rumah yang gelap. Tapi sebagian besar ritual ini sudah ditinggalkan, saat ini hanya dilakukan di beberapa tempat. 

"Makna filosofi dari menyalakan dile jojor itu sebagai penerangan, seperti makna Alquran yang diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia," terang Muhir.

Dijelaskan Muhir, ritual menyalakan dile jojor merupakan implementasi dari lima prinsip hidup masyarakat Sasak yang disebut panca arif. Yaitu hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam dan lingkungan sekitar, manusia dengan semesta dan manusia dengan Tuhan.

Secara mitologi, bangsa Suku Sasak percaya bahwa Alquran itu tidak diturunkan di masjid. Tetapi diturunkan saat Rasulullah melakukan ritual tertentu, yaitu berkhalwat, betafakkur di Gua Hiro selama 15 tahun. 

"Itulah sebabnya, Alquran itu diperlambangkan sebagai petunjuk dan penerang, bangsa Sasak melambangkannya dengan dile jojor," sebutnya.

Baca Juga: Pj Gubernur NTB Belum Terbitkan Instruksi Larangan Rekrutmen Honorer

2. Masih terus dilaksanakan

Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu HiasGang jalan diterangi lampu hias, di Desa (IDN Times/Ruhaili) Lotim

Muhir mengatakan bahwa tradisi maleman hingga saat ini masih terus belangsung dan dilakukan oleh warga Suku Sasak, khususnya di Lombok Timur. Tetapi yang berbeda dengan tempo dulu yaitu tidak ada ritual menyalakan dile jojor.

Obor mini itu mulai ditinggalkan karena dile jojor sulit untuk didapatkan, selain itu tidak praktis. Karenanya di era modern ini, dile jojor digantikan dengan lampu hias yang dipasang di setiap jalan. 

"Tidak hilang tradisi Maleman ini, ritualnya aja yang hilang, karena konsep dasarnya membuat penerangan. Sehingga saat ini tdak lagi pakai dile jojor, tetapi diganti dengan lampu hias," ungkap Muhir.

3. Dilaksanakan mandiri oleh masyarakat

Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu HiasDila jojor saat proses dikeringkan (Facebook/Sukarnawdi)

Sebagian besar masyarakat di Lotim hingga saat ini masih tetap memperingati Nuzulul Quran, kegiatan dilakukan masyarakat secara mandiri. Seperti di Desa Denggen Timur Kecamatan Selong Lotim. Masyarakat tetap melaksanakan ritual Maleman, tetapi tidak lagi menggunakan dile jojor, digantikan dengan lampu minyak dari botol bekas dan lampu hias. 

 "Tetap dijalani, tetapi ganti pakai lampu minyak menggunakan botol bekas atau lampu hias, dile jojor sudah sulit untuk dicari atau dibuat," kata Kepala Desa Denggen TimurJamaluddin. 

Dalam peringatan ini, tidak ada anggaran khusus yang disiapkan oleh pemerintah desa atau dari pemerintah kabupaten. Karena peringatan ini dilaksanakan secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat. 

"Masyarakat bergembira dengan datangnya bulan Ramadan dan menyambut malam turunnya Alquran, sehingga masyarakat melaksanakan secara swadaya kalaupun dibantu hanya sekadar atau seadanya," tutupnya.

4. Sebagian masih dilaksanakan

Peringatan Nuzulul Quran, Ritual Dile Jojor Diganti dengan Lampu HiasDile Jojor saat dinyalakan (Facebook/Arshila Raisha)

Di Lombok Timur, tradisi Maleman masih di laksanakan di beberapa tempat, salah satunya di Desa Lendang Nangka Kecamatan Masbagik Lotim. Warga setempat masih tetap mempertahankan ritual menyalakan dile Jojor untuk memperingati Nuzulul Quran pada malam ganjil di 10 hari terakhir malam Ramdhan.

Kepercayaan warga setempat yaitu di malam ganjil tersebut merupakan malam turunnya Lailatulkadar. Harapannya bisa mendapatkan berkah Lailatulkadar. Mereka percaya jika mendapatkan Lailatulkadar bisa meminta apapun yang mereka inginkan kepada Allah SWT dan pasti akan dikabulkan. 

"Dinyalakan saat malam ganjil, menyambut turunnya Lailatulkadar," ungkap warga setempat, Supardi.

Baca Juga: Ada Tiga PR Pj Gubernur NTB Usai Dievaluasi oleh Kemendagri

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya