Hanya 22,6 Persen Sampah di Lotim yang Mampu Dikelola Bank Sampah

Masih kecil karena minimnya dukungan dari pemerintah

Lombok Timur, IDN Times - Persoalan sampah masih menjadi PR di Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Di Gumi Patuh Karya, berbagai inovasi dan cara digunakan untuk mengelola sampah ini, tetapi masih juga belum teratasi. Program inovasi penanganan sampah, seperti Bank Sampah dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R) banyak yang mati suri, bahkan mangkrak dan tidak berjalan. 

Bank Sampah dan TPS3R semestinya bisa berperan besar dalam menangani persoalan sampah. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kota Kabupaten Lotim, jumlah produksi sampah sebanyak 196.209 ton per tahun, atau 16.350 ton per bulan dan 545,025 ton per hari. Dari data tersebut, Bank Sampah dan TPS3R hanya mampu menangani sebesar 22,6 persen, atau sejumlah 44.382 ton pertahun.

1. Banyak Bank Sampah tidak aktif

Hanya 22,6 Persen Sampah di Lotim yang Mampu Dikelola Bank SampahPengelola bank sampah Tanjung Sultan, Mawan Syahalam (dok. Ruhaili)

Koordinator Pengendalian Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kota, Mawan Syahalam mengatakan, jumlah Bank Sampah yang ada di Lotim sebanyak 101, tetapi yang aktif hanya sekitar 80. Sementara jumlah TPS3R sebanyak 13 tetapi yang aktif hanya 2. Meskipun banyak yang tidak aktif, tetapi mampu menangani persolan sampah sebesar 22 persen yaitu sejumlah 44.382 ton per tahun dari 196.209 ton total produksi sampah di Lotim setiap tahun.

"Peran Bank Sampah dan TPS3R ini sangat besar, dan sangat membantu, tapi itu banyak yang tidak aktif," sebut Alam.

Banyaknya bank sampah yang tidak aktif dan TPS3R mangkrak, sebut Alam, disebabkan karena peran pemerintah desa atau kelurahan yang tidak terlibat aktif, baik itu dari sisi penganggaran atau pun sosialisasi. Selain itu, perilaku masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan juga masih menjadi persoalan. Masih banyak masyarakat yang sulit diajak bekerja sam, untuk mengumpulkan dan memilah sampah organik dan anorganik.

"Pemerintah desa atau kelurahan ini kurang aktif, coba tiap KK dikasih satu ember atau karung untuk sampah, kemudian disuruh memilah maka akan jalan dengan sendirinya program ini," imbuhnya.

Baca Juga: 92 Persen Kamar Hotel di Lotim Sudah Dipesan oleh Penonton MotoGP

2. Sebagian besar bank sampah hanya menangani sampah anorganik

Hanya 22,6 Persen Sampah di Lotim yang Mampu Dikelola Bank SampahPengelola bank sampah Sultan Tanjung saat menggunakan lat pencacah sampah (dok. Ruhaili)

Sebagian besar bank sampah yang ada di Lotim hanya menangani sampah anorganik yaitu mengumpulkan sampah plastik yang hanya laku dijual. Sementara itu, hanya sebagian kecil bank sampah yang mengelola keduanya yaitu anorganik dan organik.

Seperti yang dilakukan oleh bank sampah Sultan Tanjung yang ada di kelurahan Tanjung kecamatan Labuhan Haji Lombok Timur. Di tempat ini, ada banyak inovasi pengolahan sampah. Sampah anorganik dijadikan bahan budidaya maggot, pupuk cair, bio gas, pupuk kompos dan berbagai produk lainnya. Bahkan dari sampah ini, Bank Sampah Sultan juga memproduksi camilan maggot yaitu dengan cari di oven.

"Kalo sampah organik hanya kita kumpulkan lalu kita jual," ungkap pengelola Bank Sampah Sultan Tanjung, yang juga menjabat Koordinator Pengendalian Lingkungan DLHK Lotim, Mawan Syahalam.

3. Tetap berjalan meskipun tidak menguntungkan

Hanya 22,6 Persen Sampah di Lotim yang Mampu Dikelola Bank SampahProses pembuatan pupuk cair dan kompos berbahan sampah (dok. Ruhaili)

Alam mengatakan persoalan utama yang dihadapi rata-rata oleh bank sampah  yaitu minimnya biaya operasional. Penghasilan dari pengolahan sampah masih belum menutupi biaya operasional, karena produk yang dihasilkan masih kurang diminati masyarakat, seperti produk pupuk. Masyarakat masih sangat bergantung pada produk pupuk kimia.

"Hasil hanya habis untuk biaya operasional, dan membayar upah pekerja, itu pun upahnya minim, nah ini sudah penyebab tidak jalannya Bank sampah dan TPS3R karena upahnya yang kecil," tuturnya.

Selain itu, pengolahan membutuhkan alat dan biaya operasional yang cukup besar. Apalagi sampah yang diterima masih dalam kondisi campur maka membutuhkan biaya yang semakin besar.

"Anggaran dari provinsi hanya dikasih alat, mesin pencacah. Lombok Timur gak ada anggaran sama sekali, sudah diusulkan tapi dicoret," tegas Alam.

Bukan hanya pemerintah Provinsi dan Kabupaten, pemerintah Kelurahan dan desa juga memiliki peran yang sangat minim terutama dalam mengedukasi masyarakat, apalagi membantu dalam pembiayaan. 

"Persoalan lainnya mengubah perilaku masyarakat. Masyarakat kita masih suka buang sampah sembarangan, apalagi diminta untuk memilah sampah anorganik dan organik. Pernah saya kasih ember masing-masing KK untuk tempat sampah, tapi banyakan yang hilang," pungkasnya.

Baca Juga: Bisnis Penjualan Air Bersih di Lotim Raup Banyak Keuntungan

Topik:

  • Linggauni
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya