Respons NTB soal Kematian Juliana Dibawa ke Jalur Hukum Internasional

Mataram, IDN Times - Pemerintah Brasil melalui Kantor Pembela Umum Federal akan menempuh jalur hukum internasional terkait kasus kematian Juliana Marins (27). Juliana meninggal dunia setelah terjatuh di Cemara Nunggal jalur menuju puncak Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025 lalu.
Kantor Pembela Umum Federal mengajukan permintaan kepada Kepolisian Federal untuk menyelidiki adanya unsur kelalaian dari otoritas Indonesia dalam penanganan insiden jatuhnya pendaki asal Brasil tersebut. Pemprov NTB merespons langkah hukum yang bakal ditempuh Pemerintah Brasil.
Plh Sekda NTB Lalu Moh. Faozal mengatakan langkah hukum yang bakal diajukan Pemerintah Brasil dan keluarga Juliana merupakan hak mereka. Termasuk autopsi kedua terhadap jenazah Juliana di Brasil.
"Itu adalah hak dari keluarga Juliana untuk melakukan apa yang terbaik bagi keluarga dan tak bisa kita larang. Tetapi pemerintah Indonesia sudah melakukan upaya maksimal," kata Faozal di Mataram, Rabu (2/7/2025).
1. Penanganan diklaim sudah sesuai standar

Menurut Faozal, proses rescue Juliana dari Gunung Rinjani sudah dilakukan sesuai standar Indonesia. Begitu juga proses autopsi jenazah Juliana di Indonesia, dilakukan oleh dokter profesional spesialis forensik Rumah Sakit Bali Mandara.
"Itu dilakukan dan dikawal kepolisian Indonesia. Sekarang dari sisi kita tentu tidak ada yang salah. Soal keluarga Juliana melakukan autopsi ulang di Brasil dan melakukan lagi hal-hal yang berkaitan dengan apa yang dianggap belum bersesuaian, itu kita lihat nanti," tambah Faozal.
Mewakili Pemprov NTB, Faozal menegaskan bahwa apa yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia terkait penanganan pendaki Brasil itu sudah sesuai standar. "Hak mereka (Brasil) untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia itu sesuai prosedur, benar atau tidak. Ndak bisa juga kita larang dari sini," jelasnya.
2. Evaluasi menyeluruh manajemen pendakian Rinjani

Pascainsiden kematian Juliana yang terjatuh di Rinjani, Asisten II Setda NTB ini mengatakan bahwa telah dilakukan evaluasi menyeluruh terkait manajemen pendakian Gunung Rinjani. Dalam waktu dekat, Pemprov NTB akan melakukan pelatihan terkait dengan rescue di Gunung Rinjani.
Dia mengatakan pemerintah tidak tinggal diam terkait catatan-catatan yang harus dibenahi soal pendakian di Rinjani. "Kita lakukan evaluasi menyeluruh dan ada beberapa catatan yang harus kita selesaikan," terang mantan Kepala Dinas Pariwisata NTB ini.
3. Alat negara lakukan tugas sesuai standar

Faozal menambahkan bahwa alat negara telah melakukan tugasnya sesuai standar terkait penanganan insiden tersebut. Baik itu Basarnas, kepolisian, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dan Pemprov NTB.
"Saya kira ini kita tunggu saja sampai dimana proses yang ada di Brasil dan kita akan sampaikan apa yang sudah dilakukan," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Juliana mendaki ke Gunung Rinjani pada Jumat (20/6/2025) bersama lima orang lainnya berkewarganegaraan berbeda. Rombongan ditemani dua pendamping dan satu tour guide, sehingga totalnya sebanyak 9 orang.
Mereka juga terdaftar secara resmi melakukan pendakian di Gunung Rinjani. Dalam perjalanan pendakian korban dari Pos Sembalun menuju Cemara Nunggal pada Sabtu (21/6/2025) masih utuh. Namun, sekitar pukul 04.00 WITA, korban tidak lagi bersama rombongan. Kemudian salah satu turun ke Pos Sembalun melaporkan kejadian tersebut.
Sejak Sabtu (21/6/2025), Tim SAR gabungan melakukan operasi pencarian dan pertolongan. Korban ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di jurang pada kedalaman 600 meter pada Selasa (24/6/2025) pukul 18.00 WITA.
Karena kondisi cuaca, evakuasi jenazah korban dilakukan pada Rabu (25/6/2025). Setelah berhasil dievakuasi, jenazah korban dibawa ke RS Bhayangkara Mataram untuk proses autopsi. Namun karena dokter autopsi yang satu-satunya di RS Bhayangkara Mataram sedang tugas di Sumatera, autopsi batal dilakukan.
Jenazah Juliana diputuskan untuk dilakukan autopsi di RS Bali Mandara. Pada Kamis (26/6/2025), jenazah Juliana dibawa ke Bali menggunakan Ambulans RS Bhayangkara Mataram dengan pengawalan aparat kepolisian.