BP2MI gerebek penampungan TKI Ilegal di Bekasi. (IDN Times/Imam Faishal)
Dia mengatakan keberadaan tekong atau calo sering menjadi celah utama dalam pengiriman PMI ilegal. Mereka menyalurkan pekerja migran melalui jalur-jalur tikus seperti di Nunukan Kalimantan Barat dan Batam secara ilegal melalui jalur tikus. Sehingga sangat membahayakan para pekerja migran.
Untuk mencegah itu, pihaknya telah mengembangkan Sistem Komputerisasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKO P2MI). Platform digital ini mengintegrasikan proses penempatan PMI dari awal hingga akhir. Melalui sistem ini, pemantauan dan pengawasan pekerja migran bisa lebih efektif, mulai dari penerbitan job order, proses rekrutmen, hingga penempatan di negara tujuan.
“Dengan sistem ini, seharusnya pelanggaran tidak terjadi. Jika ada pelanggaran, biasanya dilakukan oleh oknum di luar sistem resmi,” ungkapnya.
Dia menambahkan salah satu tantangan yang masih dihadapi terkait persepsi masyarakat bahwa proses penempatan PMI secara prosedural rumit dan memakan waktu lama. Ahnas menegaskan bahwa proses yang benar memang memerlukan waktu demi perlindungan maksimal bagi para calon pekerja migran.
“Proses tidak bisa instan, tapi pelayanan harus mudah dan tidak berbelit-belit. Kita pastikan pelayanan cepat dan biaya terjangkau,” ungkapnya.
Dia mengimbau masyarakat agar selalu menggunakan jalur resmi dan tidak tergiur tawaran kerja ke luar negeri melalui jalur tidak jelas. Ahnas mendorong calon PMI untuk bertanya dan berkonsultasi ke lembaga resmi seperti BP3MI, dinas tenaga kerja, atau pemerintah desa setempat.
“Pastikan penempatan kerja ke luar negeri dilakukan secara prosedural, aman, dan terdokumentasi. Jangan sampai menjadi korban perdagangan orang hanya karena tergiur janji manis oknum tak bertanggung jawab,” ujarnya mengingatkan.