Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pelecehan seksual. (IDN Times/Arief Rahmat)

Mataram, IDN Times - Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB mengatakan kasus kekerasan seksual di Pondok Pesantren (Ponpes) cukup banyak. Dalam tiga tahun terakhir, tercatat sebanyak 17 kasus pelecehan seksual dengan jumlah korban santriwati ratusan orang.

Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB menagih janji Kanwil Kemenag NTB yang akan membuat Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di seluruh Ponpes di NTB. Kemenag NTB telah berjanji akan mendorong seluruh Ponpes untuk membuat Satgas PPKS.

"Saya menagih janji Kemenag untuk membuat Satgas PPKS. Janjinya masih omong kosong. Dalam tiga tahun terakhir catatan kita ada 17 kasus sejak 2023 sampai awal 2025, ada 17 kasus. Korbannya sudah ratusan orang," kata Kordinator Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi di Mataram, Senin (21/4/2025).

1. Ada pelaku kekerasan seksual yang jadi DPO

Aktivis Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB Joko Jumadi dan Yan Mangandar Putra. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Joko mengatakan belasan kasus kekerasan seksual di Ponpes tersebut ada yang sedang berproses di pengadilan dan sudah ada putusan. Namun ada juga yang masih berproses di kepolisian.

Misalnya di Lombok Tengah, ada satu kasus yang akan mulai disidangkan di pengadilan pada Kamis mendatang. Kemudian ada juga satu kasus di Lombok Tengah yang masih dalam penanganan aparat kepolisian. Pelakunya berstatus daftar pencarian orang (DPO).

Sedangkan satu kasus di Lombok Barat, tiga pelaku di satu ponpes saat ini masuk pelimpahan berkas di kejaksaan. "Masih perbaikan-perbaikan berkas perkara, mudah-mudahan bulan ini sudah tahap II," jelas Joko.

Ditambah satu kasus yang sedang berjalan di Polresta Mataram, kata Joko, ada empat kasus yang sedang berproses. Selain itu, ada satu kasus kekerasan seksual yang masih dalam tahap pendalaman Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB.

2. Rata-rata pelaku dijatuhi hukuman di atas 10 tahun

ilustrasi penjara. (unsplash.com/Ye Jinghan)

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram ini mengungkapkan rata-rata hakim menjatuhkan hukuman di atas 10 tahun bagi pelaku kekerasan seksual. Hukuman di bawah 10 tahun hanya satu kasus yang terjadi pada salah satu ponpes di Lombok Timur. Pelaku dijatuhi hukuman penjara 6,5 tahun.

"Sedangkan sisanya di Lombok Timur itu ada yang 15 tahun, 16 tahun dan 17 tahun," ungkap Joko.

Dengan maraknya kasus kekerasan di Ponpes, pihaknya mendorong Kemenag NTB lebih serius mendorong pembentukan Satgas PPKS. "Gak ada keseriusan sama sekali sampai hari ini. Kalau ada kasus diatensi sebentar terus hilang," kata Joko.

3. Begini respons Kemenag NTB

Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Terpisah, Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz mengatakan pihaknya terus mendorong masing-masing Ponpes membentuk Satgas PPKS. Melalui Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (Paksi) Kanwil Kemenag NTB sudah menyampaikan itu ke masing-masing ponpes. Bahkan, kata dia, Kemenag NTB telah membuat surat edaran ke masing-masing ponpes.

"Kita kembalikan ke ponpes. Yang jelas, kami Kemenag tetap monitoring baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk koordinasi melalui forum-forum yang ada. Ada Forum Kerjasama Pondok Pesantren. Itu juga tetap kita berkoordinasi dan tetap juga kita silaturahmi gelar pertemuan-pertemuan. Mudah-mudahan ke depan tidak terjadi hal-hal tidak kita inginkan," harapnya.

Zamroni mengatakan bahwa banyaknya kasus kekerasan seksual di ponpes merupakan hal yang sangat penting diatensi. Hal itu menjadi catatan pihaknya untuk perbaikane depan. Dia juga mengatakan bahwa keberadaan Satgas PPKS di ponpes cukup penting.

"Saya kira itu (Satgas PPKS) melibatkan semua stakeholder yang ada termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat dan perangkat pemerintah Yanga di wilayah itu supaya merasa memiliki madrasah yang ada ponpes itu," tandasnya.

Editorial Team