Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Petani di Lombok Barat sedang menanam padi pada Oktober lalu. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) menolak impor beras sebanyak 15 ribu ton yang akan dilakukan Perum Bulog pada November ini. Pemprov NTB beralasan produksi padi di NTB pada 2024 mengalami surplus.

"Yang terpenting tidak ada Pemprov NTB mengimpor beras. Kalau konteks tujuan tertentu silakan saja. Faktanya produksi padi kita 1,45 juta ton gabah kering giling, itu artinya kita surplus," kata Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB Fathul Gani di Mataram, Senin (4/11/2024).

1. Khawatir harga gabah petani anjlok

ilustrasi petani padi (pexels.com/Rattasat)

Fathul mengatakan stok pangan di NTB masih bisa bertahan sampai empat bulan ke depan. Dengan ketahanan stok sampai empat bulan, Fathul mengatakan itu sudah mampu menjaga ketahanan pangan di NTB.

Apalagi, pada bulan Januari dan Februari 2025, petani di NTB mulai ada yang panen. Sehingga, produksi padi pada awal 2025 juga akan menambah stok pangan di NTB.

Untuk itu, Pemprov NTB menolak rencana Bulog yang akan mengimpor beras sebanyak 15 ribu ton. Pemprov NTB mengaku khawatir, jika Bulog mengimpor beras maka akan berdampak terhadap anjloknya harga gabah petani.

"Untuk masuk ke NTB (beras impor) kita kurang setuju, jangan sampai mengganggu. Kalau ada tujuan tertentu kita setuju tapi kalau dilemparkan ke pasar itu yang tidak kita setuju," tambah Fathul.

2. Bulog kalah saing dengan pengepul

Ilustrasi tanam padi (merdeka.com)

Fathul meminta Bulog memaksimalkan penyerapan gabah petani untuk menambah stok pangan di NTB. Namun permasalahan yang dihadapi Bulog NTB adalah pembelian gabah petani yang mengacu Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yaitu sebesar Rp7.400 per kilogram.

Sementara para pengepul berani membeli dengan harga di atas HPP. Akibatnya, petani lebih memilih menjual gabah ke pengepul daripada ke Bulog.

"Makanya konteksnya kita ingin harga gabah kering giling bisa disesuaikan dengan kondisi di lapangan, ada fleksibilitas harga. Sehingga Bulog bisa bersaing dengan para pengepul yang ada," pinta Fathul.

BPS merilis luas panen padi di NTB pada 2024 diperkirakan sekitar 280,03 ribu hektare, mengalami penurunan sebanyak 7,49 ribu hektare atau 2,60 persen dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 287,51 ribu hektare.

Produksi padi pada 2024 diperkirakan sebesar 1,45 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 85,09 ribu ton GKG atau 5,53 persen dibandingkan produksi padi di 2023 yang sebesar 1,54 juta ton GKG.

Produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 827,81 ribu ton, mengalami penurunan sebanyak 48,46 ribu ton atau 5,53 persen dibandingkan produksi beras di 2023 yang sebesar 876,27 ribu ton.

3. Alasan Bulog impor beras

Ilustrasi beras

Perum Bulog berencana mengimpor beras sebanyak 15 ribu ton dari Myanmar dan Pakistan untuk mengamankan stok pangan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Wakil Pimpinan Wilayah Bulog NTB Musazdin Said menyebutkan stok beras di NTB saat ini sebanyak 34.700 ton.

Stok beras sebanyak itu mampu untuk bertahan sampai empat bulan ke depan. Sementara, panen padi di wilayah NTB diperkirakan pada April 2025. Apalagi dengan musim kemarau yang berkepanjangan, NTB membutuhkan ketahanan stok pangan sehingga perlu mendatangkan beras impor.

"Kita perlu mendatangkan (beras impor) untuk mengantisipasi ketahanan stok pangan. Artinya, bukan untuk wilayah NTB saja tapi memang untuk mendukung provinsi terdekat seperti Bali dan NTT. Jadi tidak saja mengcover wilayah NTB tetapi juga menyuplai provinsi lainnya yang defisit beras," kata Said.

Said menjelaskan pihaknya mendapatkan informasi dari Bulog Pusat terkait rencana impor beras sebanyak 15.000 ton. Beras impor itu menurut rencana akan didatangkan dari Myanmar dan Pakistan. Namun, pihaknya masih menunggu informasi lebih lanjut dari Bulog Pusat. Karena informasi yang diterima baru sebatas pemberitahuan untuk melakukan persiapan.

Hingga Oktober 2024, Said menyebutkan total penyerapan gabah petani di NTB sebanyak 63,31 ribu ton setara beras. Baik penyerapan beras public service obligation (PSO) dan komersil.

Hasil penyerapan gabah itu disimpan di 16 gudang Bulog yang ada di wilayah NTB untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Untuk saat ini, Bulog NTB tidak melakukan penyerapan gabah PSO tetapi hanya untuk komersil. "Karena harga gabah sekarang tinggi, kurang lebih sekitar Rp8.000 per kg, dan memang di atas HPP Rp7.400 per kg," jelasnya.

Editorial Team