Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251006-WA0074.jpg
Menpora Erick Thohir menyerahkan piala kepada juara MotoGP Mandalika 2025, Fermin Aldeguer, Minggu (5/10/2025). (dok. Istimewa)

Mataram, IDN Times - Di balik kemegahan perayaan kemenangan para juara MotoGP Mandalika 2025, ada andil perajin perak asal Yogyakarta (Jogja). Perajin perak asal Jogja yang membuat piala untuk para juara MotoGP Mandalika 2025. Piala untuk juara MotoGP Mandalika 2025 diserahkan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Erick Thohir kepada pembalap Gresini Racing Fermin Aldeguer yang meraih podium utama.

Direktur Utama Mandalika Grand Prix Association (MGPA) Priandhi Satria mengatakan piala untuk para juara MotoGP Mandalika dibuat Rumah Kerajinan Perak asal Jogja, Sweda. Dia menjelaskan piala yang dibuat lebih dari sekadar simbol kemenangan.

"Ini adalah karya seni yang menyatukan tradisi, budaya, dan semangat modernitas Indonesia. Di balik kemegahan trofi itu terdapat kisah panjang tentang Sweda, rumah kerajinan perak asal Yogyakarta, yang menjadi pembuat resmi piala untuk para juara dunia di Mandalika," kata Priandhi, Senin (6/10/2025).

1. Desain mencerminkan harmoni tradisi lokal Lombok dengan energi modern ajang MotoGP

Direktur Utama MGPA Priandhi Satria. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Dia menjelaskan piala MotoGP Mandalika 2025 dirancang dengan filosofi kuat merayakan budaya nusantara sekaligus menghormati keunggulan para pembalap dunia. Desainnya mencerminkan harmoni antara tradisi lokal Lombok dengan energi modern ajang MotoGP.

Konsep utama piala ini berakar pada motif dan pola khas Suku Sasak, masyarakat asli Pulau Lombok, yang dikenal dengan kekayaan nilai seni dan simbol kehidupan. Beberapa elemen desain penting yang membentuk trofi antara lain motif “T Pattern” yang menggabungkan pola tradisional Suku Sasak dengan bentuk lintasan Sirkuit Mandalika.

Kemudian motif “Subahnale”, sebuah corak khas Lombok yang sarat makna spiritual, menggambarkan kekuatan dan keindahan tangan manusia dalam mencipta. Selain itu, Batu Alam Lombok yang digunakan pada bagian dasar trofi sebagai representasi kekayaan alam pulau ini.

Selanjutnya, bentuk melingkar (Circular Form) pada piala MotoGP Mandalika yang melambangkan siklus kehidupan, kesinambungan, dan perjalanan manusia menuju kemenangan. Serta inspirasi bentuk Gendang Beleq, alat musik tradisional Lombok, yang menjadi simbol semangat dan kebanggaan masyarakat lokal.

"Trofi ini menjadi perwujudan dari perayaan budaya dan prestasi, sekaligus jembatan antara identitas Indonesia dan semangat kompetisi global MotoGP," jelasnya.

2. Alasan memilih Sweda bikin piala MotoGP Mandalika 2025

Piala MotoGP Mandalika 2025 yang dibuat perajin asal Jogja. (dok. Istimewa)

Priandhi menjelaskan alasan memilih rumah kerajinan perak Sweda sebagai pembuat piala MotoGP Mandalika. Kolaborasi ini lahir dari visi yang sama antara Pertamina, Injourney, MGPA, dan Dorna Sports untuk menghadirkan piala yang bukan hanya bernilai estetika, tetapi juga mencerminkan identitas Indonesia yang kuat di mata dunia.

Sweda dinilai mampu mewakili filosofi tersebut karena mengusung nilai autentik Indonesia melalui pendekatan kriya tradisional. Kemudian menjaga kualitas dan presisi dalam setiap karya, setara dengan standar internasional MotoGP. Serta menghadirkan makna simbolis yang dalam, memadukan budaya Sasak, keindahan Mandalika, dan semangat global kompetisi.

Secara teknis, piala dibuat dari aluminium dan resin berkualitas tinggi, yang kemudian dilapisi dengan detail hasil ukiran tangan khas Sweda. Kombinasi dua material ini merepresentasikan perpaduan antara kekuatan dan fleksibilitas, dua elemen yang juga menjadi kunci kesuksesan para pembalap MotoGP.

Permukaan piala menampilkan refleksi motif Sirkuit Mandalika, menggambarkan kecepatan dan dinamika. Sementara detail ukiran tradisional memberikan sentuhan lembut dan artistik, menjadi pengingat bahwa teknologi dan budaya dapat bersatu dalam harmoni.

Dia menambahkan bahwa piala ini memiliki nilai lebih dari sekadar trofi kemenangan. Piala ini melambangkan semangat Indonesia, semangat untuk bekerja keras, menghargai tradisi, dan membawa nama bangsa ke tingkat dunia. Pembuatannya oleh pengrajin dalam negeri menunjukkan bahwa karya anak bangsa mampu berdiri sejajar dengan produk global.

Sweda dikenal karena kemampuannya memadukan kerajinan tradisional perak dengan sentuhan desain modern. Kata “Sweda” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “jari-jari tangan” yang menggambarkan filosofi bahwa setiap karya dibuat dengan sentuhan tangan dan jiwa. Para perajin Sweda tetap mempertahankan metode kerja tradisional, menggunakan alat-alat sederhana untuk proses memotong, mengukir, menyolder, mengamplas, dan memoles setiap detail karya.

Sejak berdiri pada 2014, Sweda berkomitmen untuk melestarikan tradisi perak Yogyakarta yang telah berlangsung sejak abad ke-16. Di tengah arus modernisasi dan menurunnya minat generasi muda terhadap kriya tradisional, Sweda memilih untuk bertahan pada akar budaya sambil membuka diri terhadap inovasi dan kolaborasi dengan dunia seni dan desain global.

3. Makna desain piala MotoGP Mandalika 2025

Penyerahan piala MotoGP Mandalika 2025. (dok. Istimewa)

Priandhi menjelaskan piala MotoGP Mandalika 2025 mempunyai makna yang dalam dari setiap elemen desainnya. Motif Sasak dan pola Mandalika Circuit menggambarkan keterikatan antara masyarakat lokal dan dunia balap internasional. Batu alam Lombok di dasarnya menegaskan akar bumi Nusantara sebagai fondasi dari setiap pencapaian besar.

Bentuk melingkar merefleksikan siklus kehidupan dan perjuangan tanpa akhir, sebagaimana perjalanan pembalap yang terus mengejar kesempurnaan setiap lap. Dan di atas semuanya, piala ini adalah perayaan kehidupan dan kemenangan, sebagaimana semangat masyarakat Lombok yang selalu menyambut setiap pencapaian dengan sukacita dan rasa syukur.

Dia mengungkapkan piala MotoGP Mandalika 2025 bukan sekadar penghargaan. Melainkan karya seni bernilai tinggi yang merangkum kekayaan budaya, ketekunan tradisi, dan semangat kemajuan bangsa. Piala ini menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara warisan budaya dan inovasi modern.

Editorial Team