Piala MotoGP Mandalika 2025 yang dibuat perajin asal Jogja. (dok. Istimewa)
Priandhi menjelaskan alasan memilih rumah kerajinan perak Sweda sebagai pembuat piala MotoGP Mandalika. Kolaborasi ini lahir dari visi yang sama antara Pertamina, Injourney, MGPA, dan Dorna Sports untuk menghadirkan piala yang bukan hanya bernilai estetika, tetapi juga mencerminkan identitas Indonesia yang kuat di mata dunia.
Sweda dinilai mampu mewakili filosofi tersebut karena mengusung nilai autentik Indonesia melalui pendekatan kriya tradisional. Kemudian menjaga kualitas dan presisi dalam setiap karya, setara dengan standar internasional MotoGP. Serta menghadirkan makna simbolis yang dalam, memadukan budaya Sasak, keindahan Mandalika, dan semangat global kompetisi.
Secara teknis, piala dibuat dari aluminium dan resin berkualitas tinggi, yang kemudian dilapisi dengan detail hasil ukiran tangan khas Sweda. Kombinasi dua material ini merepresentasikan perpaduan antara kekuatan dan fleksibilitas, dua elemen yang juga menjadi kunci kesuksesan para pembalap MotoGP.
Permukaan piala menampilkan refleksi motif Sirkuit Mandalika, menggambarkan kecepatan dan dinamika. Sementara detail ukiran tradisional memberikan sentuhan lembut dan artistik, menjadi pengingat bahwa teknologi dan budaya dapat bersatu dalam harmoni.
Dia menambahkan bahwa piala ini memiliki nilai lebih dari sekadar trofi kemenangan. Piala ini melambangkan semangat Indonesia, semangat untuk bekerja keras, menghargai tradisi, dan membawa nama bangsa ke tingkat dunia. Pembuatannya oleh pengrajin dalam negeri menunjukkan bahwa karya anak bangsa mampu berdiri sejajar dengan produk global.
Sweda dikenal karena kemampuannya memadukan kerajinan tradisional perak dengan sentuhan desain modern. Kata “Sweda” berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “jari-jari tangan” yang menggambarkan filosofi bahwa setiap karya dibuat dengan sentuhan tangan dan jiwa. Para perajin Sweda tetap mempertahankan metode kerja tradisional, menggunakan alat-alat sederhana untuk proses memotong, mengukir, menyolder, mengamplas, dan memoles setiap detail karya.
Sejak berdiri pada 2014, Sweda berkomitmen untuk melestarikan tradisi perak Yogyakarta yang telah berlangsung sejak abad ke-16. Di tengah arus modernisasi dan menurunnya minat generasi muda terhadap kriya tradisional, Sweda memilih untuk bertahan pada akar budaya sambil membuka diri terhadap inovasi dan kolaborasi dengan dunia seni dan desain global.