Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua PGRI NTB M. Yusuf. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Ketua PGRI NTB M. Yusuf. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan menerapkan kebijakan sistem penjurusan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Sistem jurusan IPA, IPS dan Bahasa sempat dihapus lewat Kurikulum Merdeka di zaman Mendikbud Nadiem Makarim.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) NTB M Yusuf menyatakan setuju sistem penjurusan di SMA kembali diterapkan. Dia juga mengungkapkan alasan sistem penjurusan perlu dikembalikan di pendidikan jenjang SMA.

"Saya sangat setuju jika penjurusan tingkat SMA dikembalikan, karena saat ini peserta didik belum menemukan jati dirinya," kata Yusuf dikonfirmasi IDN Times, Sabtu (19/4/2025).

Yusuf mengatakan pengembalian sistem penjurusan di SMA memang masih rencana dari Kemendikdasmen. Sistem penjurusan ini bisa di laksanakan jika sudah ke luar Peraturan Mendikdasmen.

1. Beragam tantangan dalam sistem Kurikulum Merdeka

Potret siswa siswi SMA Taruna Nusantara. (dok. SMA Taruna Nusantara)

Yusuf menyebutkan sejumlah tantangan dalam penerapan sistem Kurikulum Merdeka selama ini. Di lapangan, banyak guru dan sekolah menghadapi beberapa tantangan, antara lain beban administrasi dan perencanaan meningkat.

Di mana, guru harus menyiapkan pembelajaran yang fleksibel sesuai minat siswa yang beragam, tanpa acuan struktur jurusan yang baku. Kemudian, kesulitan pemetaan minat siswa.

Banyak siswa belum cukup matang untuk menentukan pilihan mata pelajaran lintas minat, sehingga pilihan mereka seringkali tidak konsisten atau hanya ikut-ikutan teman.

Tantangan berikutnya, soal keterbatasan SDM dan sarana.
Tidak semua sekolah memiliki guru dan fasilitas yang mendukung pelaksanaan mata pelajaran pilihan yang beragam.

Selain itu, kesulitan penjadwalan. Kombinasi pilihan siswa yang berbeda-beda membuat penyusunan jadwal menjadi sangat kompleks.

2. Memudahkan proses belajar

Ilustrasi siswa di dalam kelas (pexels.com/Max Fischer)

Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram ini mengatakan secara umum pengembalian jurusan dapat memberikan kemudahan proses pembelajaran di sekolah. Karena struktur lebih jelas dengan sistem jurusan, pembelajaran menjadi lebih terfokus dan sesuai dengan arah minat siswa secara umum misalnya IPA, IPS, dan Bahasa.

Kemudian efisiensi dalam pengelolaan kelas yakni mempermudah penjadwalan, pembagian guru, serta perencanaan kurikulum. Selain itu, adanya konsistensi dalam capaian pembelajaran.

Di mana, guru dapat merancang strategi pembelajaran yang lebih mendalam sesuai karakteristik jurusan. Namun, ini juga tergantung pada konteks sekolah dan kesiapan siswa.

Tetapi, salah satu kritik terhadap sistem jurusan adalah pembatasan ruang eksplorasi. Siswa mungkin tidak bisa mengambil mata pelajaran dari lintas jurusan yang sebenarnya mereka minati misalnya siswa IPA ingin mengambil sosiologi atau ekonomi.

Selain itu, adanya risiko pengotakan kemampuan. Sistem jurusan bisa membuat siswa terlalu terkotak-kotak dalam satu bidang, padahal tantangan masa depan membutuhkan kompetensi multidisiplin. Kemudian tidak fleksibel terhadap perubahan minat.

"Jika siswa berubah minat di tengah jalan, sistem jurusan bisa menyulitkan mereka untuk berpindah lintas bidang," terang Yusuf.

3. Keseringan ganti kurikulum merugikan

Ilustrasi pelajar di Balikpapan. (Dok. Disdikbud Balikpapan)

Namun, Yusuf pun mengkritik perubahan kurikulum yang terlalu sering bisa merugikan karena kebingungan dalam pelaksanaan. Siswa dan guru belum selesai beradaptasi dengan kurikulum lama, sudah diganti dengan yang baru. Pergantian kurikulum juga bisa menyebabkan kehilangan capaian pembelajaran yang berkesinambungan dari jenjang ke jenjang.

Kemudian beban adaptasi yang tinggi karena guru harus terus menerus menyesuaikan perangkat ajar, sedangkan siswa kehilangan stabilitas dalam proses belajar. Namun demikian, perubahan kurikulum juga bisa membawa manfaat jika dilakukan secara terencana dan dengan pelatihan yang cukup.

Dia menyatakan kesiapan sekolah bervariasi apabila sistem penjurusan SMA kembali diterapkan. Hal ini tergantung pada jumlah dan kompetensi guru. Sekolah dengan jumlah guru mencukupi dan memiliki kompetensi sesuai jurusan maka akan lebih siap.

Sekolah yang memiliki laboratorium, ruang praktik, dan perpustakaan sesuai kebutuhan jurusan lebih mudah beradaptasi. Yusuf menjelaskan sekolah yang sebelumnya sudah pernah menerapkan sistem jurusan cenderung lebih siap secara struktural dan manajerial.

"Namun, beberapa sekolah di daerah terpencil atau dengan SDM terbatas mungkin membutuhkan waktu dan dukungan tambahan," jelasnya.

Editorial Team