Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pesta Polisi dan Perempuan di Gili Berujung pada Kematian Brigadir Nurhadi

IMG_20250704_094820_173.jpg
Direktur Reskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Pesta dua perwira Polda NTB bersama perempuan berujung kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang Lombok Utara pada 16 April 2025 lalu. Penyidik Ditreskrimum Polda NTB telah menetapkan tiga tersangka. Dua di antaranya adalah perwira Polda NTB inisial Kompol IMYPU dan Ipda HC serta seorang perempuan inisial M.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan bahwa dari pengakuan saksi dalam proses penyelidikan dan penyidikan, para tersangka termasuk korban pesta-pesta di salah satu vila private di Gili Trawangan pada 16 April lalu. Korban Brigadir Nurhadi diberikan mengonsumsi obat terlarang.

"Kita sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait kedatangan mereka ke sana untuk pesta-pesta. Pesta di sana, diberikan sesuatu yang bukan legal terhadap almarhum," jelas Syarif di Mapolda NTB, Jumat (4/7/2025).

1. Korban diduga merayu rekan wanita salah satu tersangka

IMG_20250704_095903_656.jpg
Barang bukti yang diamankan penyidik Ditreskrimum Polda NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Syarif menjelaskan peristiwa dugaan penganiayaan berujung kematian Brigadir Nurhadi terjadi sekitar pukul 20.00 - 21.00 WITA. Namun, dari rekaman CCTV di vila tersebut, tidak ada kamera CCTV yang mengarah ke lokasi kejadian. Kamera CCTV hanya dipasang di pintu masuk vila.

"Ada juga peristiwa dimana saat sebelum kejadian, di dalam kolam ada peristiwa almarhum mencoba merayu dan mendekati rekan wanita dari salah satu tersangka. Itu dibenarkan oleh saksi di TKP," tuturnya.

Berdasarkan rekaman CCTV pintu masuk vila bahwa space waktu dari pukul 20.00-21.00 WITA , tidak ada orang keluar masuk lagi. Hanya ada almarhum bersama tersangka Kompol IMYPU dan Ipda HC. Tetapi sebelum peristiwa itu terjadi mereka kumpul berlima dalam satu kolam, termasuk korban almarhum Brigadir Nurhadi.

"Di situ ada peristiwa yang diduga salah satu rekan wanita tersangka digoda oleh korban. Ini keterangan saksi. Namun, siapa yang melakukan pemukulan atau mencekik korban, ini masih kami dalami. Belum ada pengakuan dari para tersangka. Dan kita tak mengejar pengakuan terhadap tersangka. Kami berdasarkan scientific crime investigation. Makanya kami libatkan ahli," terang Syarif.

2. Tersangka belum mengakui lakukan penganiayaan terhadap korban Brigadir Nurhadi

Ilustrasi penganiayaan (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi penganiayaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Syarif menjelaskan hingga saat ini para tersangka belum mengakui adanya peristiwa penganiayaan yang berujung meninggalnya korban Brigadir Nurhadi. Namun, penyidik Ditreskrimum Polda NTB mendatangkan ahli poligraf dari Laboratorium Forensik Polda Bali untuk mengecek kebohongan dari para tersangka menggunakan alat lie detector.

"Kita laksanakan selama tiga hari dengan masing-masing terduga pelaku dilakukan pemeriksaan analisis yang dilakukan oleh ahli. Secara umum hasil poligraf bahwa terduga pelaku berbohong. Dari hasil poligrafi, semua tersangka berbohong," ungkapnya.

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan, sebanyak 18 saksi yang diperiksa penyidik Ditreskrimum Polda NTB ditambah lima saksi ahli. Diantarnya, ahli farmakologi, ahli pidana, ahli poligraf, ahli forensik, dan dokter RS Bhayangkara yang memeriksa awal jenazah Brigadir Nurhadi.

"Kita tetapkan tersangka, awalnya dikenakan pasal 351 ayat 3, dan pasal 359 dan pasal 355 untuk ketiga pelaku. Berkas perkara telah kita rampungkan, dan serahkan ke kejaksaan, sekarang kita menunggu petunjuk dari kejaksaan," kata eks Wakapolresta Mataram ini.

3. Penetapan tersangka berdasarkan hasil ekshumasi jenazah korban

Petugas memasuki ruang autopsi. IDN Times/ Bramanta Pamungkas
Petugas memasuki ruang autopsi. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Syarif menjelaskan kasus kematian Brigadir Nurhadi awalnya ditangani Polres Lombok Utara. Namun, karena peristiwa tersebut menjadi perhatian dan sorotan publik, kemudian diambil alih Polda NTB. Selain itu, keluarga korban juga curiga mengenai penyebab kematian Brigadir Nurhadi.

Dari hasil pelimpahan perkara tersebut, Ditreskrimum Polda NTB melakukan penyelidikan dan penyidikan. Sejak awal, kata Syarif, pihaknya mendorong dilakukan autopsi jenazah korban. Namun, keluarga korban menolak dilakukan autopsi ditandatangani di atas materai.

"Karena ini bergulir terus, bahwa tanda-tanda kekerasan pada saat dimandikan keluarga korban, makanya kami memutuskan dinaikkan menjadi laporan polisi. Karena kami meminta visum itu harus ada laporan polisi terkait dugaan adanya penganiayaan itu karena almarhum meninggal," terangnya.

Setelah dinaikkan menjadi laporan polisi, penyidik mendatangi rumah korban untuk meminta dilakukan autopsi. Tetapi keluarga korban menolak dilakukan autopsi. "Ini terus bergulir banyak mempertanyakan kenapa tidak diusut. Padahal sebenarnya keluarga menolak jenazah korban diautopsi," jelasnya.

Pada akhirnya, penyidik melakukan gelar perkara dan jenazah korban wajib dilakukan autopsi. Penyidik mendatangi keluarga korban, dan menjelaskan bahwa autopsi penting dilakukan untuk mengusut kasus penganiayaan tersebut untuk mengetahui penyebab kematian Brigadir Nurhadi.

"Kita berikan pengertian kepada keluarga korban, akhirnya dengan sukarela memberikan kesempatan kepada penyidik melakukan ekshumasi jenazah. Dari hasil ekshumasi, kami berkeyakinan bahwa ini ada dugaan penganiayaan. Maka kita proses lebih lanjut ke proses penyidikan dan penetapan tersangka," tutur Syarif.

Hasil ekshumasi jenazah, korban mengalami kekerasan fisik. Kemudian dari keterangan ahli pidana, kasus ini memenuhi unsur pidana sehingga ditetapkan tiga orang tersangka. Mereka dijerat pasal 351 ayat 3, pasal 355 dan pasal 359.

"Dari gelar perkara, adalah hasil poligraf, ekshumasi jenazah, dan ahli pidana, disimpulkan bahwa pasal ditambah. Terkait pasal 351 ayat 3 masih kita dalami. Karena tersangka belum memberikan gambaran yang jelas terkait pengakuannya. Tetapi kita berdasarkan hasil ekshumasi jenazah, ahli pidana, dan ahli poligraf, kenapa kita menetapkan tersangka," tandasnya.

Sebelumnya, Polda NTB memberikan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap dua perwira polisi yakni Kompol IMYPU dan Ipda HC melalui sidang kode etik pada Selasa 27 Mei 2025 oleh Propam Polda NTB. Majelis etik menyatakan keduanya melanggar pasal kumulatif, yakni Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri serta Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni
EditorLinggauni
Follow Us