Ilustrasi Toko Buku (Book Store) (IDN Times/Anata)
Julmansyah menyebutkan persoalan kurangnya buku bacaan menjadi salah satu tantangan untuk meningkatkan minat baca. Rasio jumlah buku dengan pembaca 1 : 90. Artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang.
Selain itu, buku-buku di perpustakaan sekolah kebanyakan tentang mata pelajaran. Begitu juga di perpustakaan daerah, bukunya banyak yang jadul. Untuk meningkatkan minat baca, sekarang sedang diperbanyak buku-buku tentang pengetahuan sains aplikatif.
"Ini yang kemudian pada waktu Safari Literasi bersama Duta Baca Indonesia mengajari Guru TK dan PAUD cara membuat buku cerita bergambar menggunakan berbagai kreativitas. Itu cara kita membantu mengatasi kekurangan buku anak-anak yang sangat terbatas," ujar Julmansyah.
Selain itu, upaya yang dilakukan menarik kunjungan ke perpustakaan adalah menyediakan tempat atau gedung perpustakaan yang representatif. Sehingga perpustakaan menjadi menarik, nyaman, elegan dan tidak membosankan.
Sementara itu, Ketua Komunitas Literasi Bale Anak Desa Supardi mengatakan minat baca anak-anak di NTB sebenarnya cukup tinggi. Hal tersebut terlihat ketika mereka turun ke desa-desa.
"Namun belum terpenuhi fasilitas bahan-baham bacaan yang yang menarik sesui dengan minat anak-anak. Fasilitas bacaan masih minim," kata pria yang biasa disapa Bang Ade ini.
Dikatakan, kemajuan teknologi memang berpengaruh pada minat baca anak-anak. Namun kemajuan teknologi sebenarnya bisa sangat membantu untuk meningkatkan literasi jika digunakan dengan benar, dan justru sebaliknya jika tidak digunakan dengan benar.
"Anak-anak tidak perlu dilarang main gadget karena mereka hidup d zaman teknologi. Yang perlu dilakukan adalah mengarahkan dan mendampingi agar penggunaan teknologi ke arah yang positif. Di sini peran keluarga sangat penting," ucapnya.