Yan Mangandar Putra saat diperiksa penyidik Unit PPA Ditreskrimum Polda NTB. (dok. Yan Mangandar Putra)
Sebelumnya, pelapor kasus dugaan eksploitasi joki cilik dari Koalisi #StopJokiAnak, Yan Mangandar Putra telah menerima SP2HP dari penyidik. Dalam SP2HP tersebut, penyidik Unit PPA Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB menjelaskan, bahwa telah dilakukan penyelidikan dengan melakukan klarifikasi saksi-saksi.
Kemudian mengumpulkan dokumen serta bukti-bukti dan terhadap perkara tersebut. Selain itu, penyidik telah meminta keterangan ahli pidana dan selanjutnya akan dilakukan koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB.
Menurut Yan, besar kemungkinan peristiwa yang diuraikan dalam laporan pidana yang dilaporkan, telah ditemukan bukti yang cukup terkait adanya sangkaan perbuatan pidana eksploitasi anak dan akan segera naik tingkat menjadi penyidikan. "Apalagi di kasus kuda pacuan yang melibatkan anak sebagai joki di NTB sejak 2019 telah merenggut 2 nyawa anak meninggal dunia sia-sia tanpa ada satu pihak pun yang mengaku bertanggungjawab," kata Yan.
Pihaknya mengapresiasi upaya yang dilakukan penyidik dalam kasus dugaan ekploitasi joki cilik pada pacuan kuda di NTB. Namun, ia juga mengkritisi sejumlah hal, seperti diterbitkannya izin keramaian untuk penyelenggaraan pacuan kuda Walikota Bima Cup 2022 di Arena Pacuan Kuda Panda Kabupaten Bima pada awal bulan Oktober 2022.
Dalam lomba pacuan kuda itu masih menggunakan joki berusia anak-anak rata-rata berusia di bawah 13 tahun untuk semua kelas kuda pacuan. Padahal laporan pidana oleh Koalisi #StopJokiAnak masih berproses.
Apalagi sempat ada kecelakaan joki anak umur 12 tahun yang hampir merenggut nyawa joki cilik karena terjatuh dari kuda yang berukuran besar milik Gubernur NTB Zulkieflimansyah. Dan sampai ini, Gubernur NTB bersama Pordasi NTB tidak memiliki itikad baik untuk mengeluarkan kebijakan terkait joki cilik.