Gubernur NTB, H. Zulkieflimansyah menyaksikan penandatangan perjanjian kerja sama pemanfaatan aset daerah di Gili Trawangan dengan masyarakat dan pengusaha pada 2022 lalu. (IDN Times/dok. Diskominfotik NTB)
Berdasarkan penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), nilai aset daerah seluas 75 hektare di Gili Trawangan sebesar Rp3,1 triliun. Artinya, dalam satu meter persegi besaran kontribusi sekitar Rp3 juta lebih.
Jika itu diterapkan, kata Rudy, maka masyarakat tidak akan mampu membayar kontribusi sebesar Rp3 juta per meter persegi. Sehingga, Pemprov NTB konsultasi dengan DJKN bahwa Pemprov NTB menggunakan Perda dengan kontribusi sebesar Rp25.000 per meter persegi
"Ini kita sampaikan ke KPK. Kondisi sekarang masyarakat begini, kalau pakai patokan DJKN gak bisa maka pakailah yang meringankan. Kemudian dengan Staf Ahli Menteri ATR, BKPM, Kemendagri disampaikan sudah semua. Jadi tak sekonyong-konyong jadi. Sudah kita ekspos, disepakati dan itulah ditanda tangani pak gubernur," jelas Rudy.
Uang kontribusi tersebut, lanjut Rudy, langsung masuk ke kas daerah. Sehingga jika ada oknum yang dianggap bermain, ia mempersilakan dilaporkan ke kejaksaan, kepolisian dan KPK. Terhadap 11 perjanjian kerja sama yang dipermasalahkan dengan investor asing, Rudy menjelaskan bahwa perjanjian kerja sama dilakukan dengan badan hukum Indonesia.
Hal itu berdasarkan Permendagri No. 19 Tahun 2016 dan PP 18 Tahun 2021. Dalam aturan tersebut, perjanjian kerja sama dilakukan dengan warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
"Jadi bukan WNA, tapi perusahaan yang berbadan hukum Indonesia. Lahan bukan dijual, tapi dikerjasamakan dalam jangka waktu tertentu dengan pemberian HGB. HPL tetap milik Pemprov. HGB bangunannya saja dan mereka membayar kontribusi," jelas Rudy.