Penggusuran Rumah Warga Kuta oleh ITDC Jadi Tontonan Turis Asing

Lombok Tengah, IDN Times - PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Injourney Tourism Development Corporation (ITDC) menggusur empat unit rumah warga di Dusun Kuta III, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (4/7/2024).
Penggusuran rumah warga menggunakan alat berat itu menjadi tontonan turis asing yang berlibur di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Sementara itu, ITDC sebagai pengembang dan pengelola kawasan The Mandalika mengatakan selalu menjalankan bisnis sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku.
Mereka memastikan lahan yang masuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL) ITDC berstatus clear and clean, diperoleh dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan serta didukung kelengkapan dokumentasi perolehan lahan yang lengkap.
1. Penggusuran tanpa pemberitahuan dan ganti rugi
Inaq Maesarah, salah satu warga yang rumahnya digusur mengatakan tidak ada pemberitahuan dari ITDC mengenai penggusuran tersebut. Selain itu, warga juga belum mendapatkan uang ganti rugi dari ITDC.
"Saya minta pak Wahyu (Pgs General Manager The Mandalika) datang. Karena tidak pernah kasih uang ganti. Tidak ada sama sekali ganti rugi. Surat pengosongan lahan dari kantor camat juga tidak ada," teriak Inaq Maesarah.
2. Warga klaim lahan dibeli tahun 2016
Inaq Maesarah mengungkapkan lahan yang ditempati untuk membangun rumah dan tempat jualan dibeli pada 2016. Hal itu dibuktikan dengan surat jual beli tanah.
Tanah itu dibeli dari Djamil Samanhudy yang merupakan pimpinan dari PT Rajawali. Ia juga meminta tanggung jawab mantan Camat Pujut Lalu Sungkul. Karena ada namanya dalam surat jual beli tanah tersebut.
"Saya ingin tanggung jawabnya Pak Sungkul yang tandatangan di kertas saya. Pak Sungkul mantan Camat Pujut. Surat jual beli dari Abah Jamil tahun 2016. Pak Sungkul mengatakan tidak pernah tandatangan di kertas surat jual beli itu," kata Inaq Maesarah.
Inaq Maesarah juga meminta ITDC menyandingkan data yang dimiliki dengan ITDC. Tetapi ITDC sama sekali tidak mau melakukan penyandingan data. Ia menyebut luas tanah yang digusur 3 are.
"Pak Jokowi lihat wargamu di Lombok Tengah. Banyak penggusuran, banyak yang belum dibayar sama ITDC. Mereka disuruh pindah, gak tau dimana mereka akan pindah tanpa pemberitahuan dan ganti rugi," teriak Inaq Maesarah dengan suara lantang.
3. ITDC sebut lahan telah dibebaskan pada 1996
Pengganti Sementara (Pgs) General Manager The Mandalika Wahyu Moerhadi Nugroho mengatakan legalitas kepemilikan lahan ITDC telah melalui verifikasi sejak lahan dibebaskan dari pemilik awal sejak tahun 1996.
Pembebasan dilakukan oleh Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) dan telah diverifikasi BPN hingga diterbitkan HPL Pemprov NTB pada awalnya. Selanjutnya lahan ini telah diverifikasi BPN dan dilimpahkan Menteri Keuangan kepada ITDC.
Verifikasi lahan sebelum penerbitan Hak Pengelolaan ITDC telah dilaksanakan oleh Kementerian Agraria atau Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Terkait adanya informasi bahwa pengosongan lahan yang dilakukan ITDC tidak memiliki dasar dan tidak dilakukan dialog maupun tidak ada surat peringatan sebelum pengosongan lahan HPL ITDC Nomor 13/Kuta, maka kami tegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan," kata Wahyu.
Ia mengatakan seluruh langkah yang dilakukan telah sesuai prosedur dan diawasi secara ketat oleh pihak berwenang. Terkait pembersihan lahan yang dilakukan di HPL ITDC Nomor 13/Kuta, Wahyu mengatakan bahwa tanah tersebut telah dibebaskan dari pemilik awalnya tahun 1996 dan telah secara sah serta valid sejak tahun 2010 menjadi bagian dari Sertifikat HPL ITDC Nomor 13/Kuta. Namun, kemudian lahan HPL ITDC tersebut ditempati oleh Baiq Munawarah, Gunawan, Gunasip, Le Mawarni dan Muni.
Sebelum melakukan pengosongan lahan, ia mengaku telah melakukan sosialisasi dan mediasi telah dilakukan dari tahap 1 hingga 4. Dalam tahap mediasi, ITDC telah menyampaikan dan menyiapkan biaya pemindahan barang dan pembongkaran bangunan/ tali asih.
Selain itu, memberikan tawaran tempat untuk berjualan di Bazaar Mandalika. Namun masyarakat yang menempati lahan ITDC tetap kukuh mengklaim lahan dan menolak itikad baik dari ITDC.
"Dengan adanya penolakan ini, kami telah mengirimkan surat peringatan pada pihak yang mendiami lahan sebanyak tiga kali pada bulan Februari dan Maret 2024," terangnya.
Sebagai tindak lanjut, ITDC melakukan rapat koordinasi dengan Tim Koordinasi Penyelesaian Kendala Pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika Pemerintah Daerah Lombok Tengah untuk mencari solusi atas hal ini. Dalam rapat tersebut, diambil keputusan bahwa ITDC dapat melakukan pengosongan lahan.
Sebagai informasi, Tim Koordinasi Penyelesaian Kendala Pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika dibentuk melalui Keputusan Bupati Lombok Tengah Nomor 289 Tahun 2024 terdiri dari beberapa lembaga dan pihak terkait. Antara lain Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah, Kejaksaan Negeri Praya, Polres Lombok Tengah, Kodim 1902, serta Pemerintah Desa Kuta dan Sengkol.
Pada saat pengosongan lahan, hadir Kepala Dinas Pariwisata, Kabid Pol PP, Camat Pujut, perwakilan dari Polres Lombok Tengah, perwakilan dari Dandim 1902, dan Kepala Bakesbangpol Lombok Tengah. Proses pembongkaran berjalan lancar meskipun ada diskusi di lingkungan sekitar.
"Saat pembongkaran dilakukan, rumah tersebut sudah dalam keadaan kosong. Oleh karena itu, kami meminta semua pihak agar tidak mudah melakukan tuduhan hanya berdasarkan klaim sepihak dan tidak berdasarkan bukti yang sah secara hukum," tandas Wahyu.