Ilustrasi menangis (pexels.com/Alex Green)
Kepala DP3A Kota Kupang, dr Marciana Halek, sebelumnya menyatakan ada 8 SMP terpapar kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). KSBE ini berupa konten asusila atau pornografi hingga prostitusi antar-pelajar.
Jumlah ini diyakininya bisa lebih banyak dari yang mereka tangani melalui UPTD PPA. Hal ini berdasarkan data Sistem Informasi Online (Simfoni) PPA pada 2025 dengan 56 kasus di Kota Kupang. Data Simfoni ini bisa diinput juga oleh Polresta Kupang Kota, Rumah Harapan GMIT dan LBH Apik selaku mitra, bukan dari UPTD PPA saja.
Ia pun mengemukakan alasan anak-anak ini menyimpang dan terjerumus dalam prostitusi online. Menurutnya, hilangnya figur ayah di rumah jadi dorongan utama anak-anak ini mencari kebutuhan ekonomi dan ikatan sosial dengan orang lain di luar, terutama dengan teman-teman mereka.
"Karena fatherless, mereka kehilangan figur bapak di rumah, mendapat kekerasan, dan rumah tidak lagi menjadi tempat pulangnya mereka sehingga mereka bercerita apa pun ke circle ke mereka di luar," sebutnya.
Ada 25 anak yang telah mereka dampingi baik secara fisik dan mental melibatkan berbagai pihak termasuk psikolog anak hingga tokoh agama dalam hal kerohanian.