ILUSTRASI (pinterest.com)
Akibat dugaan pencabulan yang dilakukan pimpinan ponpes tersebut, membuat masyarakat marah. Masyarakat sempat melakukan pengerusakan di ponpes tersebut.
"Pimpinan ponpes sudah diamankan dan diambil keterangan. Sudah diamankan sejak terjadi keributan ada pengerusakan di ponpes itu. Dia sendiri mengamankan dirinya," kata Fitriatul.
Dijelaskan, Ponpes yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) dugaan pencabulan terhadap 29 santriwati tersebut baru berdiri pada 2022. Proses belajar mengajar baru berjalan sekitar 10 bulan. Jumlah santri ponpes tersebut sebanyak 52 orang, terdiri dari santri perempuan 29 orang dan laki-laki 23 orang.
Berdasarkan keterangan dari santri yang menjadi korban, mereka mendapatkan perlakuan tidak wajar atau dicabuli oleh pimpinan ponpes setelah 4 bulan proses belajar mengajar. Modus yang dilakukan oknum pimpinan ponpes dengan memegang kepala santrinya supaya mereka mendapatkan berkah.
"Tetapi pimpinan ponpes ini bukan hanya memegang kepala santrinya namun tangan, menyusul bagian kiri kanan sampai bagian sensitif. Tetapi persetubuhan tidak ada," terang Fitriatul.
Fitriatul mengatakan aparat kepolisian sudah bekerja maksimal dalam menangani kasus ini. Jika dibandingkan kasus kekerasan seksual oleh oknum pimpinan Ponpes di Kecamatan Sikur Lombok Timur dengan korban yang mencapai puluhan orang, hanya beberapa orang saja yang melapor.
Tetapi kasus dugaan pencabulan yang terjadi di sebuah ponpes di Sumbawa, semua korban yang berjumlah 29 orang melaporkan kejadian itu ke polisi. Pihaknya berharap, oknum pimpinan ponpes tersebut mendapatkan hukuman maksimal.