ilustrasi uang rupiah (bprdbl.co.id)
Menurut informasi yang dihimpun Kejati NTB, Dedi mengaku bahwa ada bukti kwitansi tertanggal 24 Maret 2020 dengan dalih pembayaran pinjaman oleh Jaksa EP. Selanjutnya, korban EF kembali mencicil dana sebesar Rp40 juta dan Rp 50 juta kepada Jaksa EP.
"Terakhir Rp10 juta hingga Desember 2020," ujarnya
Berbekal uang mahar dari korban, Jaksa EP menjanjikan korban EF mendapatkan Surat Keputusan (SK) sebagai CPNS melalui jalur khusus. “Katanya, saya dijanjikan akan lulus melalui jalur kebijakan,” kata Dedi mengutip keterangan EF.
Namun, kata EF, hingga pertengahan Juli 2021, janji SK ini tidak kunjung datang. Korban lalu mendatangi lagi oknum jaksa EP untuk meminta pengembalian uang. Oknum jaksa EP tidak dapat memenuhi pengembalian uang ini hingga November 2021.
"Uang itu juga bukan uang pribadi saya, tapi hasil gadai tanah sawah orang tua saya," ujar Dedi, mengutip keterangan EF.
Kasus penipuan Jaksa EP, kata Dedi, telah diserahkan ke sepenuhnya kepada pihak kepolisian di Mataram. Sebab pelaporan tersebut merupakan laporan pidana.
"Kita menyerahkan sepenuhnya proses tersebut di kepolisian, sedang ditangai Polres Mataram, sesuai dengan kewenangan penyidik," ujarnya.