'Nyelamet Dowong', Ritual Adat Sasak Demi Swasembada Pangan 2025

Lombok Timur, IDN Times – Salah satu tradisi adat suku Sasak dalam menjaga ketahanan pangan adalah ritual Nyelamet Dowong. Tradisi ini memiliki makna yang mendalam dan digelar untuk memastikan ketersediaan pangan, terutama saat menghadapi musim paceklik.
Ritual yang sempat terlupakan oleh beberapa generasi ini kembali dilaksanakan di Kelurahan Denggen, Kecamatan Selong, Lombok Timur, dengan tema "Menjaga Tradisi Mewujudkan Swasembada Pangan 2025", pada Senin (3/2/2025). Tradisi ini tidak hanya memperkuat budaya lokal, tetapi juga mendukung upaya ketahanan pangan di tingkat desa.
1. Sejarah dan makna ritual Nyelamet Dowong
Pemuka Adat Kelurahan Denggen, Lalu Selamet, menjelaskan bahwa Nyelamet Dowong adalah tradisi turun-temurun yang terdiri dari dzikir, doa, dan berbagai kegiatan lain yang bertujuan untuk melindungi tanaman padi dari serangan hama. Dalam bahasa Sasak, nyelamet berarti menyelamatkan, sedangkan dowong berarti tanaman.
Ritual ini tidak hanya berisi doa dan dzikir, tetapi juga dirangkai dengan kegiatan lain, seperti membersihkan makam pada hari Jumat, penyembelihan ayam pada hari Minggu, dan puncaknya pada hari Senin dengan dzikir serta doa bersama.
Menurut Lalu Selamet, tradisi ini telah dilakukan sejak zaman leluhur masyarakat Denggen. Salah satu elemen penting dalam ritual ini adalah penggunaan darah ayam yang dipercaya dapat mengusir hama di sawah.
"Darah ayam yang diletakkan di tengah sawah, menurut keyakinan leluhur, dapat mengusir hama karena baunya amis yang tidak disukai hama," jelasnya.
Selain itu, air dari mata air Mertasari, yang dianggap suci, digunakan untuk membersihkan sisa-sisa hama yang sudah jatuh.
"Mertasari artinya air suci yang mengalir dari mata air. Air ini digunakan untuk membuang hama yang sudah jatuh akibat darah ayam tadi," tambahnya.