Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

NTB Lindungi 233 Ribu Hektare Sawah, Gak Boleh Jadi Perumahan!

Lahan persawahan yang dijadikan perumahan di Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Mataram, IDN Times - Pemprov NTB menetapkan seluas 233 ribu hektare lahan sawah dilindungi (LSD). Ratusan ribu hektare lahan sawah tersebut, tidak boleh diubah peruntukannya untuk pembangunan perumahan.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Muhammad Taufieq Hidayat menyebutkan luas baku sawah di NTB sebesar 237 ribu hektare berdasarkan SK Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) tahun 2024. Dari 237 ribu hektare lahan baku sawah, seluas 233 ribu hektare yang sudah ditetapkan menjadi LSD.

"Sekarang lahan sawah dilindungi sebesar 233 ribu hektare, sudah LSD. Ndak bisa diganggu gugat. Gak bisa geser, apa pun alasannya karena sudah LSD," kata Taufieq dikonfirmasi di Mataram, Rabu (29/1/2025).

1. Perketat alih fungsi lahan

Ilustrasi petani sedang membajak sawah di wilayah Lombok Barat, NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Taufieq menyebutkan luas lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan (LCP2B) di NTB sebesar 600 ribu hektare lebih. Sementara luas lahan pangan pertanian berkelanjutan (LP2B) yang disepakati Pemprov NTB dengan 10 Pemda kabupaten/kota seluas 282 ribu hektare.

Dari jumlah itu, baru 237 ribu hektare menjadi luas baku sawah (LBS). Dia menyebut luas baku sawah meningkat lebih dari 3.000 hektare dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 234 ribu hektare. Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009, kata Taufieq, alih fungsi lahan diperbolehkan namun dengan syarat yang ketat.

"Memang kebutuhan lahan untuk perumahan sebuah keniscayaan dengan pertumbuhan penduduk dan peningkatan ekonomi. Tapi kita harus petakan dari sekarang," katanya.

Dalam UU Nomor 41 Tahun 2009, apabila terjadi alih fungsi lahan irigasi teknis maka harus diganti minimal tiga kali. Apabila lahan rawa, maka harus diganti minimal dua kali.

Sementara alih fungsi lahan tadah hujan, maka harus diganti minimal satu kali. "Artinya Pemda kabupaten/kota harus konsisten dengan aturan itu," tegasnya.

2. Penyebab NTB impor beras meski surplus produksi padi

IDN Times/Istimewa

Pada 2024, produksi padi di NTB mencapai 1,4 juta ton gabah kering giling (GKG). Meski produksi beras di NTB surplus, namun Bulog masih mendatangkan beras impor.
Taufieq menyebutkan pada 2023, Bulog mendatangkan beras impor ke NTB sebanyak 17.000 ton. Kemudian pada awal Januari 2025 sebanyak 5.900 ton.

"Kenapa kita impor beras? Karena rasio serapan gabah petani dengan konsumsi tidak seimbang. Makanya saya minta ada Perda agar BUMD yang menyerap gabah petani," ujar Taufieq.

Taufieq menyebutkan Bulog NTB menyerap gabah petani rata-rata sekitar 7 persen per tahun. Pihaknya meminta Bulog minimal menyerap gabah petani sebanyak 10 persen per tahun, maka tidak akan ada lagi impor beras.

"Contoh 2023, ada impor sebanyak 17 ribu ton beras. Itu setara dengan gabah kering giling sekitar 30 ribu ton. Persentasenya 1,52 persen dari produksi tahun 2023. Sehingga sebenarnya, Bulog tinggal menambah serapan gabah 2 persen saja, beras impor tak akan masuk NTB," ujarnya.

3. Pembangunan perumahan di areal persawahan mengancam ketahanan pangan

Ilustrasi areal persawahan di Kota Mataram, NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyoroti maraknya pembangunan perumahan di areal persawahan di Pulau Lombok. Menurutnya, jika pembangunan perumahan menggusur areal persawahan maka akan mengancam ketahanan pangan.

Artinya, Lombok akan mengimpor beras apabila areal persawahan menjadi lokasi pembangunan perumahan. "Sekarang kalau ini kejadiannya, artinya tidak ada lagi swasembada. Artinya kita selanjutnya menjadi pengimpor beras. Dan bisa jadi Pulau Lombok bisa menjadi salah satu penyebab impor beras," kata Fahri usai peresmian perumahan di Lombok Barat, beberapa waktu lalu.

Fahri meminta pengembang dan pemerintah daerah punya gagasan. Masyarakat yang tinggal di perkotaan harus mulai ditradisikan tinggal di rumah susun. Sehingga, pembangunan perumahan tidak menggusur areal persawahan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Linggauni -
Muhammad Nasir
Linggauni -
EditorLinggauni -
Follow Us