Sementara terkait stunting, masih ada perbedaan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM). Berdasarkan SSGI, angka stunting di NTB, kata Gatot berada di atas 31 persen, sedangkan berdasarkan data Pemda sesuai e-PPGBM sudah mencapai angka 14 persen.
"Kalau kita bicara angka stunting 30 persen, itu satu dari tiga bayi mengalami stunting," katanya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan SSGI, angka stunting pada 2022 di NTB naik menjadi 32,7 persen. Berdasarkan hasil SSGI 2022, angka stunting tertinggi di NTB berada di Kabupaten Lombok Tengah, yaitu sebesar Tengah 37 persen.
Kemudian disusul Lombok Utara 35,9 persen, Lombok Timur 35,6 persen, Dompu 34,5 persen, Lombok Barat 34 persen, Kota Bima 31,2 persen, Sumbawa 29,7 persen, Bima 29,5 persen, Kota Mataram 25,8 persen, dan Sumbawa Barat 13,9 persen.
Dari sisi jumlah, balita yang mengalami stunting di Lombok Barat sebanyak 11.761 balita, Lombok Tengah 18.683 balita, Lombok Timur 20.890 balita, Sumbawa 2.925 balita, Dompu 2.715 balita, Bima 6.003 balita, Sumbawa Barat 1.025 balita, Lombok Utara 5.383 balita, Kota Mataram 4.462 balita, dan Kota Bima 1.656 balita.
Sedangkan berdasarkan pendataan by name by address lewat aplikasi e-PPGBM per September 2023, angka stunting di NTB turun menjadi 13,78 persen.
Dari data e-PPBGM per September 2023, angka stunting tertinggi berada di Lombok Utara sebesar 18,03 persen, Lombok Timur 17,24 persen, dan Kota Mataram 14,76 persen.
Selanjutnya, Lombok Tengah 13,34 persen, Kota Bima 12,39 persen, Lombok Barat 12,38 persen, Bima 11,78 persen, Dompu 10,89 persen, Sumbawa 8,47 persen dan Sumbawa Barat 7,64 persen.