[WANSUS] Pinalo, Produk Limbah Daun Nanas Lombok Menembus Pasar Eropa

Perlu sentuhan pemerintah untuk meningkatkan produksi serat

Mataram, IDN Times - Aktivis lingkungan Aisyah Odist terus mencari ide untuk mengurangi timbulan sampah organik dan non-organik di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Baginya, sampah adalah berkah, dapat menjadi cuan apabila diolah menjadi produk bernilai ekonomi.

Perempuan kelahiran 17 Juni 1976 ini menggerakkan petani nanas di Desa Jurit, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, mengolah limbah daun nanas menjadi serat nanas. Dari serat daun nanas, kemudian diolah menjadi kain tenun dan produk-produk turunannya yang menembus pasar Eropa dengan brand Pineapple of Lombok atau Pinalo.

Bagaimana kisah pendiri Bank Sampah NTB Mandiri ini dapat menyulap limbah daun nanas menjadi produk kerajinan tangan yang bernilai ekonomi tinggi dan menembus pasar Eropa? Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Aisyah Odist di Mataram, Selasa (19/3/2024).

1. Darimana muncul ide mengolah limbah daun nanas menjadi produk tekstil?

[WANSUS] Pinalo, Produk Limbah Daun Nanas Lombok Menembus Pasar EropaAisyah Odist, penggerak petani mengolah limbah daun nanas menjadi serat nanas di Lombok Timur. (dok. Istimewa)

Idenya gak sengaja juga. Karena kebetulan saya pengelola bank sampah. Terus daun nanas merupakan bagian dari sampah organik. Tiga tahun yang lalu, saya tidak jalan-jalan ke Masbagik, waktu panen nanas.

Daun nanasnya dibuang. Kemudian saya searching di google bagaimana mengatasi limbah daun nanas yang banyak pada musim panen dibuang begitu saja. Kemudian saya riset, tanam nanas di bank sampah yang ada di Mataram.

Itu saya riset, satu pohon itu ada 10 atau 20 lembar daun nanas. Itu saya coba keruk, setelah jadi serat saya simpan. Kurang lebih satu tahun, baru saya cek ternyata bagus, memang bisa menjadi benang.

2. Setelah berhasil melakukan riset pengolahan limbah daun nanas, apa yang dilakukan?

Setelah yakin, saya mencoba membuat programnya. Saya mengajukan sebagai mitra CSR di PLN untuk pengadaan mesin ekstraksi daun nanas.

Alhamdulilah, tahun 2018 disetujui oleh PLN. Mesinnya dapat 4, dibagikan ke petani sekalian kita ajarin mereka mengolah daun nanas menjadi serat nanas.

Cuma setelah banyak hasilnya, bingung juga kita mau diapain. Saya bagi-bagi serat daun nanas itu ke teman-teman untuk dibuat apa saja. Walaupun di petani kita beli. Tapi saya kasih ke teman-teman, mereka jadikan produk.

Baca Juga: [WANSUS] Senator NTB Evi Apita Maya Fokus Perjuangkan PPS 

3. Berapa harga serat nanas yang dibeli dari petani?

[WANSUS] Pinalo, Produk Limbah Daun Nanas Lombok Menembus Pasar EropaSerat daun nanas yang diolah petani di Lombok Timur. (dok. Istimewa)

Sebenarnya momennya pas sekali karena 2018 itu pandemik COVID-19. Waktu COVID-19 itu, penenun gak ada kerjaan, gak ada tamu. Di situlah kita mulai masuk, kita olah serat nanas menjadi kain tenun.

Saya punya sampai 20 kilogram serat nanas waktu itu. Kita beli di petani 1 kilohlgram itu seharga Rp75 ribu. Sekarang sudah Rp130 ribu per kilogram.

Setelah jadi kain tenun akhirnya bisa diolah menjadi berbagai produk turunan yang lain. Sampai sekarang kita punya produk turunan.

Produk Pinalo ini pasarnya lebih ke luar negeri. Sudah keluar Hak Atas Kekayaan Intelektual juga pada 2021.

4. Berapa jumlah petani dan penenun yang terlibat?

Sekarang ada 12 petani yang terlibat dalam pengolahan daun nanas menjadi serat nanas. Sedangkan penenun 14 orang dan penjahit 5 orang. Kita juga libatkan kelompok pewarna alam.

Kita libatkan petani nanas di Desa Jurit Baru Kecamatan Masbagik Lombok Timur. Tapi kita rencana untuk pengembangan ke Desa Lendang Nangka, Sukatain, Gelora dan Kesik Lombok Timur.

Ini produk pertama di Lombok, kain tenun dari serat nanas. Di Indonesia hanya membuat menjadi serat nanas saja. Kalau di Lombok sudah ada produk turunannya.

Baca Juga: 5.300 Warga NTB Mengadu Nasib ke Luar Negeri Sejak Januari 2024

5. Kenapa serat nanas tidak diekspor saja?

[WANSUS] Pinalo, Produk Limbah Daun Nanas Lombok Menembus Pasar EropaPetani di Lombok Timur mengolah limbah daun nanas menjadi serat. (dok. Istimewa)

Serat nanas itu bisa diekspor ke luar negeri. Kita kenapa gak ekspor? Karena produksi kita di Lombok masih sedikit.

Sehingga kita buat produk turunannya. Kalau mau ekspor, harus puluhan ton. Kita masih skala kecil produksinya.

Dalam satu ton limbah daun nanas kita dapat 10 kilogram serat nanas. Karena satu kuintal itu jadi 10 kilogram serat nanas.

Kalau produk turunannya sudah dibuat jadi tas, dompet, topi, sarung bantal, baju dan lain-lain

6. Kabarnya produk Pinalo dari limbah daun nanas sudah menembus pasar Eropa?

Kalau produk turunannya kita kirim ke negara-negara Eropa seperti Italia, Prancis, dan Slovenia. Pemasarannya masih dari mulut ke mulut.

Produksi serat nanas dalam skala besar kita belum mampu. Makanya perlu pemerintah turun tangan.

Karena bahan baku membuat produk turunannya kita masih kesulitan. Kita bisa menjadi inkubator untuk produk turunannya.

Baca Juga: Prostitusi Online MiChat di Lombok Terbongkar, Tarif Mulai Rp300 Ribu

7. Bagaimana dukungan Pemda terkait pengolahan limbah daun nanas di Lombok Timur?

[WANSUS] Pinalo, Produk Limbah Daun Nanas Lombok Menembus Pasar EropaProduk turunan dari limbah daun nanas yang dihasilkan Pinalo. (dok. Istimewa)

Kalau pemerintah daerah jeli, serat daun nanas ini bisa menjadi komoditas unggulan NTB. Tetapi belum disentuh sama pemerintah. Kita masih pribadi saja, Pinalo saja yang menggerakkan masyarakat.

Kenapa pemerintah daerah tak mengambil ini sebagai suatu komoditas terutama Lombok Timur. Pemerintah siapkan mesin ekstraksi daun nanas saja untuk masyarakat. Harga mesinnya sekitar Rp17 juta.

Karena potensinya besar sekali di Lombok Timur. Daripada panen nanas setahun sekali, ini bisa dibudidayakan karena daunnya bisa dimanfaatkan.

Negara-negara seperti Filipina, Thailand dan Amerika Serikat butuh serat nanas jadi bahan baku produk-produk lain.

Maka masyarakat butuh mesin untuk mengolah daun nanas menjadi serat nanas. Itu perannya pemerintah, mengapa belum tergerak.

Sudah empat tahun kita kerja sendiri. Kalau pemerintah memberikan bantuan mesin untuk empat desa saja maka lumayan produksi serat nanas ini di Lombok Timur.

8. Apa kendala yang dihadapi dalam pengembangan produk Pinalo?

Pasarnya sudah tersedia tetapi kontinuitas produksi serat nanas yang perlu dalam skala besar. Kalau permintaan luar negeri masih sedikit karena produksi produk turunan kita masih skala kecil.

Tapi kalau jualan secara reguler, kita punya toko. Kemudian di beberapa hotel juga ada. Minimal dalam satu bulan bisa dikirim keluar negeri sampai 100 pieces produk Pinalo, lumayan meskipun masih kecil-kecilan. Tetapi bisa menghidupi petani, penenun dan penjahit.

Baca Juga: Pemprov NTB Tanggapi Kritik Bang Zul Soal Renovasi Kantor Gubernur

Topik:

  • Linggauni

Berita Terkini Lainnya